Minggu, 05 Oktober 2008

Hikmah di Akhir Ramadhan; Ketemu Sahabat Lama

Sedikit mereview kembali target ramadhan 1429 H kali ini, yakni tilawah plus tafsirnya. Tafsir yang kubaca adalah tafsir dari Madinah, aku lupa namanya. Simpel, up to date, dan gampang sekali dipahami. Menurutku inilah mushaf yang relative efektif, dimana tafsirnya cukup dalam satu kitab dan tidak terpisah-pisah layaknya Al Azhar, tafsirnya Quraish Shihab atau yang lain. Ini sangat simple namun menurutku cukup padat, bahkan ada semacam yang pernah kupelajari dulu, kitab Mu’jam Al Mufaharrosy, semacam kitab pencari ayat Fathurrahman.
Bagaimana realisasi target tersebut? Ternyata dalam kondisi tiap hari bekerja, sungguh tidak mudah untuk merealisirnya. Apalagi dalam bulan ramadhan ini sering sekali aku mengagendakan buka bersama, dan kalaupun tidak ada acara buka bersama, hari-hari pulang sampai rumah pun juga sudah cukup larut, sehingga agenda pribadi ini agak keteteran. Dalam kondisi ini, seandainya weekend bisa aku gunakan sih mestinya masih bisa mengcover penyelesaian target dengan cepat. Ternyata kenyataannya tiap weekend justru aku ada acara yang padat juga. Weekend pertama dan kedua kalau tidak salah aku ikut training esq, sedangkan weekend ketiga ikut training shalat khusyu’. Dampaknya ya itu tadi, penyelesaian tilawah sangat lambat, dan banyak keteteran dalam pembacaan tafsirnya. Aku seperti diingatkan saat lailatul qadar malam kedua, yang waktu itu shalat tarwih di masjid kompleks perumahanku Bekasi Jaya Indah, saat aku diingatkan, sudah berapa kalli khatam, berapa juz, bagaimana tingkat pemahaman makna Al Qur’an dan lain sebagainya, sontak saat itulah aku kaget dengan pencapaianku saat itu yang masih di bawah 10 juz. Aku masih beralasan itu karena aku mengejar maknanya. Sehingga, mulai saat itu aku harus memilih mana yang lebih prioritas, antara tilawah ataukah tafsirnya. Aku memilih yang pertama. Sedangkan soal tasir, mungkin nanti bisaa aku pahami pelan-pelan diluar ramadhan. Sekarang, prioritas adalah menyelesaikan, menuntaskan bacaan tiap huruf, tiap ayat, tiap juz, tiap surat, sampai tuntas firman-firman Illahi yang telah diturunkan kepada umat manusia. Firman-firmanNya, yang merupakan hadiah terbesar bagi umat manusia, hudan linnas, petunjuk, pembeda antara yang haq dan yang bathil.
Untuk menyelesaikan target tersebut, aku juga harus toleran terhadap jadual kepulangan kampong. Awalnya aku mau pulang sekitar tanggal 26 September 2008. Namun demikian, demi menyelesaikan target ini, maka aku switch jadual pulang ke tanggal 30 Sptember 2008, H minus 1. Sangat mepet, dan Alhamdulillah aku dapat tiket Air Asia pada tanggal tersebut, flight pagi jam 06.00 via Jogja.
Hari libur mulai Sabtu tanggal 27 September 2008 lalu, yang langsung aku gunakan untuk ngebut baca tilawah. Seharian itu, sejak shubuh aku di kamar, mengurung diri, menyepi untuk lebih dekat dengan bacaan tilawah, sampai maghrib. Siangnya beli baju sejenak di mall, lalu sorenya aku lanjutkan. Entah sudah berapa juz aku selesaikan, mungkin setidaknya 5 atau 6 juz. Sekitar maghrib, kembali tantangan menghadang, kali ini dari FB, teman S2, entrepreneur, yang salah satu ketua Hipmi Pusat itu. “Pak, hari ini kami undang untuk I’tikaf. Tentu saja tidak. Menu utamanya adalah main play station. “Isteri saya sudah dievakuasi karena dua orang pembantu sudah pulang kampong pak”, katanya. Waduh, seperti inilah tantangan yang sungguh sulit untuk dihadapi. Kupikir tadinya, aku bisa baca tilawah di sela-sela kompetisi play station. Ternyata sulit. Bahkan saat aku bilang sama Feb, aku masih harus selesaikan tilawah karena baru setelah dari Al Qur’an yang kucapai saat ini sedangkan waktu tinggal 2 atau tiga hari, dia kontan ketawa,”Waduh, nyerah ajalah pak, gak mungkin bisa selesai. Aku udah juz 27 pak, jadi hari ini agak nyantai kita bisa main Playstation”, katanya. Ternyata, dengan kesibukan dia sebagai salah satu ketua di Hipmi Pusat yang nyaris tiap hari buka bersama, progress dia lebih cepat dari aku. Bedanya, kemana-mana dia pakai sopir dan bisa baca Qur’an di mobil. Dan kantor dia adalah kantor pribadi sehingga lebih fleksible untuk mengatur waktu penyelesaian target pribadi.
Semalaman itu aku kompetisi Playstation. Seperti biasa, aku menjuarai dua kali putaran kompetisi.
Dan malam itu, sungguh tidak kuduga, di tengah-tengah kompetisi, tanpa sengaja aku bersms secara intens dengan seorang sahabat lama, yakni DM, yang awalnya kami saling bersapa menjelang acara reuni di kampung besok. Seorang teman lama yang selama ini dia dikenal sebagai seorang wanita yang sangat cerdas dan bersahaja, semenjak dahulu sampai sekarang, yang selalu konsisten dalam kecerdasan dan kesajahaannya. Kami sudah 22 tahun lebih tidak pernah ketemu. Meski begitu, kabar tentang dia, siapapun dari kami sebagai teman-temannya tentu tahu. Karena dialah the best diantara kami, dalam potensi kecerdasan dan kecermelangannya, dalam konsistensi mengelola potensi dirinya, dan saat ini mungkin dia telah berada di puncak karir akademis pekerjaan dia sebagai seorang lecturer di sebuah perguruan tinggi terkemuka di negeri ini. Seorang yang siapapun yang mengenalnya tentu akan mengaguminya. Apalagi seorang yang mengetahui dan mengenal masa kecil dan masa lalunya. Seorang yang ternyata masih memiliki kepedulian tinggi, komitmen persahabatan yang tinggi yang setidaknya tampak dari comment-comment dia di milis dan blog yang kami bangun menjelang acara reuni. Aku senang bahwa dia yang kukenal 22 tahun yang lalu, waktu itu sempat aku duduk tepat di belakang bangkunya dan sering mendapatkan berkah dari posisi tempat dudukku terutama saat ujian, dan ternyata dalam perkembangan dalam kurun waktu 22 tahun tidak terlalu merubahnya. Dia masih care dan peduli dengan teman-temannya, sebagaimana dulu dia juga peduli bahkan saat ujian aku sering tanya jawabannya, dan dia tidak pernah menolak untuk share jawaban ujiannya.
Malam itu, sampai malam keesokan harinya, bahkan akhirnya dalam beberapa hari ke depan, seolah aku menemukan frekuensi yang sama dalam perbincangan dengannya. Aku merasa bahwa inilah perbicangan yang sangat mengharukan, saat sudah begitu lama tidak bertemu dan berbincang intens dengan seorang sahabat, ternyata dari sms2 yang beruntun ini telah berbicara banyak. Ada semacam pemahaman yang serupa tentang review perjalanan kehidupan kami, meski tidak mirip banget. Kesamaan dalam memandang masa lalu, masa sekarang dan masa depan, serta upaya untuk menemukan hikmah kehidupan, dan itulah yang membuat kita sama-sama concern. Apalagi dengan tingkat religusitas, personality dan profesionalitas dia, dia banyak ngasih advice terhadap persoalanku, yang membuatku merasa betapa inilah salah satu hikmah di akhir ramadhan, saat aku dipertemukan dengan seorang sahabat lama yang telah lama hilang. Bukan hilang dalam arti sebenarnya, karena selama ini aku tahu kiprah dia di dunia akademis, namun sungguh tidak kusangka bahwa seorang sesibuk dia, ternyata masih sempat ber sms dengan intensitas yang demikian tinggi dengan kata-kata yang sangat panjang dan bermakna. Mungkin dia satu-satunya teman yang sempat menguak perjalananku dengan demikian detil, dan dia jua menyediakan dirinya sebagai seorang sahabat yang saling mensupport dan saling menyemangati. Tampak sekali betapa tulusnya uluran persahabatan darinya. Aku bersyukur dengan sms-sms dia yang sangat menggugah, penuh support dan sangat menyemangati hati ini. Setidaknya, dalam situasi seperti ini, emang terkadang kit butuh kebersamaan dengan seorang sahabat yang saling memahami dan memilik perspektif pandang yang kurang lebih sama, untuk teman discuss dan lainnya.
Emang hari-hari ke depan ini kita akan mengadakan reuni smp di kampong kami. SMP yang cukup favorit di kota kami. Saat kami masih sekolah dulu, masih teringat waktu itu ada reuni yang dihadiri oleh tiga orang menteri pada cabinet saat itu, sekitar tahun 1986-an. Milis dan blog yang dibangun oleh teman-teman sekitar 3 bulan menjelang reuni juga sangat dinamis dengan tingkat hits yang sangat tinggi, dalam topic-topik diskusi yangserius maupun sekadar say hello yang mengindikasikan tingginya antusiasisme teman-teman untuk menghadapi reuni. Teman yang bersms denganku tadi tentunya adalah salah satu magnit dalam reuni ini, yang dalam comment-comment yang sering di posting, menggambarkan betapa seorang wanita seperti dia ternyata masih sama seperti yang kukenal dulu, seorang yang peduli, berintelektual tinggi, bijak dan memiliki religiusitas yang tinggi, dan selalu bersahaja. Dialah, tak lain dan tak bukan, kukira dalam reuni kita nantinya pasti akan menjadi raising star diantara kami.
Di tengah-tengah bersms ria dengannya, tentu saja aku masih harus menyelesaikan tugas pokok, yakni tilawah sampai khatam.Tadinya, menjelang 3-4 hari menjelang lebaran, masih ada kegamangan apakah target khatam ini bisa terselesaikan, mengingat ternyata ada banyak kendala2 teknis dan nonteknis, sementara progress juz masih sangat minim. Alhamdulillah, dengan intensitas dan konsentrasi untuk menyediakan waktu minimum perhari selama masa-masa injury time ini, akhirnya terselesaikan juga target pribadi ini.
Senin sore itu, aku sudah sampai pada juz 28, sehingga sore itu aku memutuskan untuk beristirahat sejenak untuk menikmati suasana di akhir ramadhan. Awalnya ingin nonton film Laskar Pelanginya Andrea Hirata. Namun sampai di mall ternyata banyak hal yang harus aku prioritaskan, belanja beberapa barang, dan juga, tentu saja ada agenda untuk mengkondisikan fisik ini agar sedikit nyaman, setidaknya dengan overhaul semacam totok wajah, ear candle, refleksi, hairspa, dan lain sebagainya. Aku merasa, ternyata sudah lama sekali aku tidak berbelanja ke mall. Dan dengan beberapa bawaan belanjaan itu, sempat kerepotan sangat, saat barang-barang belanjaan ternyata sangat susah untuk dinaikkan ke motor. Biasanya, semenjak dulu, sudah cukup lama, semenjak aku di Jakarta selalu bawa mobil dan tak pernah repot dengan berapapun barang belanjaan yang aku beli. Sempat aku berhenti sejenak, saat trolly yang aku bawa sampai parkiran di depan motor, dan berpikir agak lama soal bagaimana teknis membawa barang belanjaan. Dada ini sempat berdenyut saat teringat betapa mestinya aku tidak layak mengalami hal seperti ini. Betapa tidak seharusnya aku mengalami kesusahan teknis seperti ini, karena kehilangan uang dan kenikmatan materi yang nilai nominalnya ternyata relative tinggi untuk ukuran employee sepertiku. Tidak semestinya dengan kepemilikan nilai total asset yang senilai Rp. 1,2 milyar ternyata aku hanya mendapatkan share di bawah 50 juta, atau senilai dibawah 3% dalam pembagian harta bersama oleh Pengadilan Negeri Bekasi, oleh seorang hakim yang jelas-jelas mempresentasikan dirinya sebagai hakim yang mempunyai agenda-agenda pribadi. Soal ini nantinya akan aku ulas tersendiri dalam blog ini. Sejenak, dalam tingkat usia dan masa kerjaku selama ini, aku merasa betapa tidak semestinya aku mengalami ini. Namun sesegera mungkin, aku tersenyum dengan apa yang terlintas sekilas dalam benakku tersebut. Inilah, jelas-jelas bisikan syetan, atau belenggu hati, yang akan mengganggu proses pembelajaran dan hikmah yang telah aku dapatkan dalam perjalananku akhir-akhir ini. Hikmah yang hanya bisa dirasakan dan tak perlu diungkapkan dalam banyak kata. Seperti kata Po dalam film Kungfu Panda bahwa Yesterday is yesterday, The day is a Gift and Tomorrow is a mystery. Seketika aku membisikkan dalam hatiku bahwa aku tak boleh cengeng dengan kondisi ini. Ingatlah bahwa ini bukan apa-apa, ini sangat kecil, dibandingkan dengan perspektif perjalanan makrokosmos yang telah aku jalani. Tuhan Maha Kaya, dan apa yang pernah kumiliki, sangat mudah bagiNya untuk menariknya kembali karena semua yang kita miliki adalah sekadar titipan saja. Hilang dengan cara apapun dan dengan mekanisme seperti apapun. Tentu saja aku tak munafik soal kehilangan asset yang bagiku bernilai tinggi dan tentunya itu bisa aku gunakan untuk banyak hal.
Namun sekali lagi, betapa ruginya kalau aku menganggap asset itu adalah segala-galanya yang akan menentukan kebahagiaan hidup seseorang. Tidak, sama sekali tidak. Aku toh masih bisa tersenyum saat dia sms ke orangtuanya dan diforward ke aku soal kemenangan dia di Pengadilan Tingkat Pertama Bekasi. Mungkin saja dia sedang mengadakan syukuran. Dia dan keluarganya di Jogja, sebagaimana saat adikku Anies, sempat melihatnya berbelanja dalam jumlah super besar di sebuah mall di Jogja. Saat dia menyaksikan pemandangan yang lumayan langka, dimana anak yang selama ini demikian jauh bahkan sering dianggap durhaka oleh orrangtuanya, ternyata mereka sedang berbelanja bersama dalam jumlah yang besar. Aku bersikap positif melihat perkembangan itu. Soal kalah menang dalam hal perolehan harta bersama, aku telah menetapkan dan memantapkan diri, bahwa bukan soal harta yang aku lakukan, melainkan essensi keadilanlah yang aku perjuangkan. Saat keadilan masih belum proporsional, maka di situlah peluangku untuk berjuang masih tetap terbuka, sampai pada titik tertentu ketika ternyata tidak ada lagi yang bisa kulakukan untuk memperjuangkan keadilan di dunia. Soal hasil, bukan concernku. Yang menjadi concernku adalah upaya dan ikhtiar untuk memperjuangkan hak dan keadilan, dengan cara-cara yang elegan, titik.
Malam itu ak packing untuk persiapan pulang esok hari berlebaran di kampong. Habis packing, lalu baca tilawah tuk menuntaskan khatam di akhir ramadhan. Masih 2 juz saat ini. Ternyata meski malam ini aku tidak tidur, masih belum tuntas juga. Saat deadline malam, ternyata masih ada sekitar juz terakhir masih belum tuntas juga. Finally, misi menuntaskanbaca tilawah, akhirnya berhasil aku tuntaskan di Bandara Soekarno Hatta, Terminal IC, tepatnya di musholla Gate 4, saat masih ada waktu sekitar detengah jam sebelum boarding. Alhamdulillah, meski target untuk membaca tafsir tidak terpenuhi, bagaimanapun aku bersyukur bahwa aku bisa menuntaskan ayat-ayatNya, yang meski separo mushaff tanpa tafsir, namun saat membaca ayat-ayatNya, dari huruf demi huruf, dari rukuk demi rukuk, dari juz demi juz, dari surat demi surat, aku merasa betapa agungnya ayat-ayatNya.

Tidak ada komentar: