Rabu, 18 Juni 2008

Pelajaran dan Hikmah di Waktu Fajar

Pagi hari, tanggal 19 Juni 2008,pukul 08.00 BBWI. Pagi ini di lift, teman kantorku Ty, menyapaku dan bilang,”Kok mas hari ini tampak capek dan kuyu, kenapa mas?”. Ohya kah? Mungkin itulah bedanya antara kekuatan fisik dan kekuatan jiwa. Kekuatan fisik lebih dipengaruhi oleh bagaimana kita menjaga agar kondisi fisik kita tetap bugar, tentunya dengan asupan vitamin yang cukup, pola makan yang sehat, istirahat dan olahraga yang teratur, dan lainnya. Pendeknya bagaimana kita berpola hidup sehat. Karena kondisi fisik seseorang memiliki kapasitas yang sudah given. Sedangkan kekuatan jiwa lebih dipengaruhi oleh bagaimana kondisi psikologi dan pikiran kita agar tetap fresh, terhindar dari pikiran-pikiran negatif seperti pesimisme, negative thinking, emosi, kesal, dan lain sebagainya. Ketika kita mampu menjaganya agar tetap fresh maka kekuatan jiwa kita berada pada level tinggi.
Sebagaimana firmanNya... "Demi Matahari yang bersinar di pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, Demi siang apabila ia menampakkan diri, Demi malam apabila ia menutupi, Demi langit dan seluruh binaannya, Demi bumi dan seluruh yang ada di permukaannya, Demi jiwa dan penyempurnaannya. Seluruh kebaikan dan keburukan dan Engkau berikan. Beruntunglah bagi yang mensucikan jiwanya, dan rugilah siapa yang mengotorinya". Jiwa adalah penghubung antara alam rohani dan alam jasmani. Jiwa menjadi perantara antara langit dan bumi. Dari sisi ciptaan, manusia adalah makhluk tertinggi yang dipatuhi oleh makrokosmos, sesuai dengan sunnatullah. Tak ada makhluk lain yang memiliki keseluruhan dimensi dan potensi yang selengkap manusia. Jika jiwa diibaratkan seperti cahaya yang bermuatan partikel atau foton, maka jiwa akan melepaskan foton-foton itu ke alam fisik untuk selanjutnya mewujudkan pikiran. Jiwa jiwa diibaratkan seperti gelombang yang merambat dalam ruang maka ia akan mengirim gelombang pikiran itu ke alam fisik untuk selanjutnya mewujudkan pikiran tersebut.
Lantas? Semoga saja aku tak sedang mempresentasikan pembenaran bahwa kondisi fisikku saat ini sedang dalam keadaan berbanding terbalik dengan kondisi psikologi. Yang jelas, beberapa hari ini aku emang bangun awal sampai sholat shubuh dan mencoba untuk tidak tidur lagi. Berkah dan rezeki bisa hilang, kata orang-orang tua kita. Dan emang, kurasakan saat-saat fajar seperti itu, pikiran kita masih sangat fresh untuk mengeluarkan kemampuan maksimal. Pada moment ini pikiran kita sedang on-fire, sehingga kalau bisa didayagunakan secara optimal mungkin emang bisa dimanfaatkan untuk menangkap berkah dan rezeki.

Pagi ini aku ingin merefleksi kejadian shubuh tadi, yang subhanallah, semoga ini adalah hikmah yang relevan dan berharga dalam menjawab proses yang sedang aku jalani saat ini. Pagi ini aku bangun jam 0300, mandi, lalu sholat isya dan tahajjud. Sampai shubuh. Saat adzan shubuh aku menuju ke musholla kecil yang tak jauh dari kontrakan rumahku. Akhir-akhir ini aku emang membiasakan diri sholat shubuh di musholla ini. Bukan lantaran sekadar karena banyaknya jamaah yang yang dipanggil sebagai Pak Haji, artinya jamaahnya banyak yang telah melaksanakan rukun kelima. Yang jelas, aku suka dengan bacaan Pak Imamnya yang sungguh tartil. Pagi ini, aku mendapatkan satu ayat yang sungguh sangat berharga bagitu...

To be continued

Sebuah Renungan dari Al Ghazali

Nasehat Imam Ghozali tentang menuju sholat khusu’, setidaknya ada 6 keadaan jiwa:
Adanya kesadaran hati, yaitu kosongnya hati dari segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan sholat.
Adanya pemahaman yang mendalam mengenai makna yang diucapkan.
Adanya rasa takzim atau penghormatan, yaitu keyakinan akan keagungan dan kebesaran Allah, dan keyakinan tentang kehinaan diri. Rasa takzim ini akan menimbulkan kepasrahan, kerendahan hati dan kehusyukan.
Adanya rasa takut yang disertai pengagungan, yaitu keadaan jiwa yang timbul sebagai buah dari keyakinan tentang bersarnya kemampuan, keperkasaan, serta kekuatan kehendak Allah. Semakin mengenal sifat2 Allah maka akan semakin bertambah pula rasa ini.
Adanya rasa pengharapan, yaitu mengharapkan shalahnay diterima dan diberi ganjaran pahala.
Adanya rasa malu, yaitu perasaan malu disebabkan kelalauan dalam mendataati perintah2Nya. Keadaan ini timbul dari pengakuan akan kekurangsempurnaan atau kekurangikhlasan dalam mengerjakan perintah2Nya ataupun menyadari bahwa selama ini Allah telah memberi begitu banyak karunia, selalu kita kalahkan dengan urusan2 duniawi yang sebenarnya belum pasti akan kita peroleh.

...dan orang yang memelihara sholatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi surga firdaus. Mereka kekal di dalamnya. Al Mu’minun (23): 9-11.

“Ada kalanya seseorang bersholah, namun yang diterima darinya 1/2nya, 11/3nya atau 1/5nya atau 1/6nya ataupun 1/10nya. Sesungguhnya sholat yang diperhitungkan bagi seseorang hanyalah sekadar yang dikerjakannya dengan sadar.

Bagaimana kiat-kiat untuk menuju sholat khusyu’?

Pada saat mulai berdiri menghadap kilat, yakinilah bahwa engkau kini tak sedetik pun luput dari pandangan Allah. Karena itu berdirilah dengan sikap seolah-olah engkau berada di hadapan seorang raja masa kini.

Sebelum takbiratul ihram hendaknya merenung sejenak membayangkan kengerian terhadap neraka dan nilmatnya surga, serta menyadari kepada siapa kita bersujud. Jauhkan dari hal-hal yang meracuni perasaan. Kuatkan niatmu untuk memenuhi dengan ikhlas perintah Allah akan kewajiban sholat serta bertekad akan melaksanakannya dengan sesempurna mungkin.

“Allah menghadapi orang yang sedang shilat selama orang itu tidak berpaling”.

Waktu takbiratul ihram, camkan jika lidahmu telah mengucapkannya, maka janganlah hatimu mendustakannya. Jika dalam hatimu masih ada sesuatu yang lebih besar dan lebih berpengaruh dari Allah maka Allah pasti menyaksikan bahwa engkau telah berdusta.

Waktu membaca iftitah,”Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samawati wal ardha..” (kuhadapkan wajahku kepada Sang Pencipta langit dan bumi..) sadarilah bahwa yang dimaksud wajah disini adalah “wajah hati”. Periksalah hatimu apakah ia menghadap kearah angan-angan kepentingan duniawi ataukah ia menghadap Allah Sang Pencipta langit dan bumi?

Dan ketika nekau berkata,”hanifan musliman..” (sebagai muslim yang lurus, maka ingatlah sabda nabi,”Seorang muslim adalah yang kaum musllimin lainnya selalu merasa aman dari gangguan lidah dan tangannya”. Tekadkan bahwa engkau ingin menjadi muslim yang baik dan sesalilah kesalahan2mu selama ini terhadap sesama muslij.

Dan bila engkau mengucapkan,”Wama ana minal musyrikin..” (dan tidaklah aku termasuk orang2 musyrik) maka bangkitkan perasaan bahwa ibadah kita ikhlas, bukan mengharapkan pujian dari manusia. Dan waktu kita mengucapkan, “wamahyaya wamamati lillah..” (hidupku dan matiku untuk Allah), maka tekadkanlah bahwa kehidupan di dunia ini memang hanya semata-mata untuk diuji dalam mematuhi perintahNya dan meninggalkan laranganNya.

Waktu mengucap, “A’udzubillahi minasyaithonirrojim (aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk), maka ingatlah bahwa sekarang setan sedang bersiap-siap memalingkan hatimu dari Allah agar sholatmu kacau. Karena itu pertebal kesiagaan supaya pikiran atau hati tigak melantur diperdayai setan sehingga engkau tidak memahami makna yang dibaca.

Saat membaca’”Bismillahirrahmanirrahim”, pahamilah bahwa engkau sedang mengatasnamakan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Saat “Alhamdulillah...” maka hadirkanlah dalam hatimu perasaan bersyukur atas nikmat yang telah engkau peroleh. Ingat sabda Rasulullah bahwa kita jangan mellihat orang yang berada di atas kita tapi lihatlah nasib orang yang berada di bawah kita.

Saat’”Maliki yaumiddin..” (Sang Pemilik Hari Pembalasan), maka bangkitkanlah perasaan takzim dan rasa takut dalam hatimu, karena Dialah yang menjadi satu-satunya Penguasa pada waktu hari Pembalasan nanti. Dialah yang akan menentukan tempatmu di surga atau neraka.

Setelah, “Iyyaka na’budu (hanya kepadaMu kami menyembah), dan ‘”Wa iyyaka nasta’in” (dan kepadaMu kami mohon pertolongan), hadirkanlah perasaan bahwa dirimu tidak mampu mencapai sesuatu pun tanpa pertolonganNya.

Lalu ucapkan’”Ihdinasshirathal mustaqim” dengan perasaan berserah diri dan penuh harap Allah akan selalu mengaturkan jalan hidup kita pada jalan yang lurus.

Pada waktu ruku, ikutilah dengan ketundukan hati kepada Allah dan merendahkan diri kepadaNya.

Bila mengucapkan,”Sami’allahu liman hamidah” (Maha mendengar Allah akan pujian orang yang memujiNya) maka yakinilah bahwa Allah akan memenuhi apa yang telah kita baca.

Kemudian iringi dengan perasaan syukur ketika mengucapkan “Rabbana lakal hamdu (Ya Tuhan kami, bagiMu segala puji).

Pada waktu sujud, rasakanlah kehinaanmu sehingga ikhlas merendahkan diri meletakkan kepalamu di tempat yang paling rendah. Hadirkan perasaan takzim dalam menyembah ii. Ingatlah pada waktu sujud itu, seorang hamba berada paling dekat dengan Tuhannya.


Memahami Makna Shalat
Sangat penting untuk memahami dan menghayati apa yang kita lakukan dan kita ucapkan. Bagaimana resepnya? Bibir melafazkan bacaan sholat sementara pada saat yang bersamaan hati menterjemahkannya.

Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharos samawati wal ardho (aku hadapkan wajahku kepada Allah yagn menciptakan langit dan bumi)
Hanifan musliman (dengan keadaan suci lagi berserah diri)
Wama ana minal musyrikin (dan aku bukanlah dari golongan orang2 musyrik)
Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati (Sesungguhnya sholatu, ibadahku, hidupku dan matiku)
Lillahi robbil alamin (semata mata hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam)
La syarikalahu wa bidzalika umirtu (Tidak ada sekutu bagiNya, demikian aku diperintahkan)
Wa ana minal muslimin (dan aku termasuk orang2 yang berserah diri)

Audzu billahi minassyaithonirrojim (Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan setan yang terkutuk)
Biasmillahirrohmanirrohim (Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
Arrohmanirrohim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
Maliki yawmiddin (Yang menuasai di hari Pembalasan)
Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan)
Shirothol ladzina an’amta alaihim (Jalannya orang-oragn yang telah Engkau beri nikmat)
Ghoiril maghdhubi ‘alaihim (Bukannya jalan orang2 yang Engkau murkai)
Waladh dhollin (Dan bukan pula jalannya orang-orang yang tersesat
Amin (Kabulkanlah permohonan kami ya Allah)

Subhana robbiyal ‘adzim (Maha suci Allah yang Maha Agung)
Sami’allohu liman (Maha mendengar Allah akan pujian orang-orang yang memujiNya
Robbana lakal hamd (Ya Allah, untukMu segala puji
Subhana robbiyal a’la (Maha suci Allah yang Maha Tinggi)

Allahummaghfirli (Ya Allah ampunilah hamba)
Warhamni (Kasihanilah hamba)
Wajburni (Lindungilah hamba)
Wahdini (Berilah hamba petunjuk)
Warzugni (Berilah hamba rejeni)

Qul huwallohu ahad (katakanlah Dialah Allah Yang Maha Esa)
Allahu shomad (Allah tempat bergantung)
Lam yalid walam yulad (tidak beranak dan tidak pula diperanakkan)
Walam yakun lahu kkufuwan ahad (dan tidak ada sesuatu pun yang menyamaiNya)

Qul a’udzu birobbinnas (Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan manusia
Malikin nas (Raja manusia)
Ilahin nas (Sembahan manusia)
Min syarril waswashil shonnas (Dari bisikan setan yang biasa bersembunyi)
Alladzi yuwasfwisuffishudurin nas (yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia)
Minal jinnati wan nas (dari jin dan manusia)

Qul ‘audzu birobbil falaq (Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh
Min syarri ma kholaq (Dari kejahatan makhluk_nya
Wa min syarri ghosiqin idzawaqob (dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita)
Wa min syarri naffasati fil ‘uqod (Dan dari kejahatan wanita2 tukang sihir yang meniup pada buhul-buhul).
Wa min syarri hasidin idza hasad (Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia mendengki)

Attahiyyatul lillah, washolawatu wathoyyibatu (Segala kehormatan, segala doa dan semua yang baik-baik bagi Allah)
Assalamu’alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatullohi wa barokatuh (Bahagialah engkau wahai pada nabi dengan rahmat dan berkahNya)
Assalamu’alaikna wa’ala “ibadillahisholihin (Bahagialah kami dan hamba2 Allah yang soleh)
Asyhadu ala ilaha illalloh, wa aasyhadu anna Muhammad darosulullaoh (Aku mengaku bahwa sesungguhnyalah tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad itu adalah RasulNya)
Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa’ala ali Muhammad (Ya Allah berilah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad)
Kama sholaita ala Ibrahim (sebagaimana Engkau telah memberikannya kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim)
Wa barik ‘alaa Muhammad wa’ala ali Muhammad (Dan berilah nerkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad)
Kama barokta ‘ala Ibrohim wa’ala ai Ibrohim (sebagaimana Engkau telah memberikannya kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim)
Fil ‘alamina innaka hamidum majid (Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia)
Assalamu’alaikum warahmatullaho wabarokatuh (Salam sejahtera, rahmat dan berkah Allah semoga dilimpahkan kepada kalian)
Astaghfirullahahl’ adzim (Saya mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung)

Allahumma antas salam (Ya Allah, Engkau Maha Sejahtera)
Wea minkas salam (dan dariMulah kesejahteraan)
Tabarokta dzal jalali wal ikrom (Maha berkahEngkau ya Allah, yang memiliki kemegahan dan kemuliaan)

Subhanallah (maha suci Allah)
Alhamdulillah (Maha Terpuji Allah)
Allahu Akbar (Allah Maha Besar)

Bertemu konsultan spiritual lama..

Hari ini, Selasa 17 Juni 2008, aku mengajak dia ketemu mas KH, seorang yang masih terhitung famili, keluarga besar Sraten Solo. Sudah beberapa tahun belakangan ini concern pada sebuah metode pengaobatan alternatif, dan membuka klinik konsultasi di salah satu ruangan di kantornya. Beliau beberapa tahun terakhir ini condern mengembangkan suatu metode yang berasal dari Jepang, digabungkan dengan metode dari para Dalai Lama, teknik Tao. Namun dengan background beliau yang memiliki basic agama yang kuat, karena dari lingkungan pesantren keluarga di Solo, beliau membuat suatu metode penggabungan yang tidak keluar dari rambu-rambu Islam. Karena hal-hal seperti ini sangat rawan menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan aqidah seseorang. Bukunya yang dipajang di gramedia adalah,"Teknik Reiki Tao dalam rambu-rambu ajaran Islam", dengan harga sekitar Rp. 60.000,-. Aku yakin beliau sangat jauh dari motif-motif bisnis yang memotivasinya untuk menggeluti dunia yang terbilang baru bagi beliau. Yang jelas, beliau belum terhitung lama masuk dalam dunia pengobatan, namun ternyata memiliki potensi dan bakat alam yang luar biasa, sehingga mampu menyerap berbagai metode penyembuhan alternatif dengan cepat. Bukan motif ekonomi, karena beliau sendiri owner sebuah perusahaan kontraktor yang cukup besar.
Seperti biasa, saat bertemu beliau, ada banyak hal yang kudapat. Banyak masukan dan taushiah. Yang diluar dugaanku adalah, saat pertama kali aku memperkenalkan RN kepadanya, kata-kata pertama yang keluar dari beliau adalah,"Yah, patah tumbuh hilang berganti kan?". Whattt..., ternyata beliau udah tahu apa yang terjadi antara aku dengan HN, sesuatu yang aku tidak pernah menceritakan hal ini kepada beliau.

To be continued ..

Condet, I'm coming...

Pagi ini, Senin 16 Juni 2008, bagi kebanyakan teman di kantor kami dihadapi dengan tidak terlalu semangat. I hate Monday, katanya. Setelah menjalani akhir pekan, biasanya emang malas-malasan datang ke kantor. Ada jokes yang bilang, Senin dan Selasa masih malas ke kantor. Rabu baru adaptasi, Kamis baru mulai bekerja, lalu Jum’at udah gak concern lagi karena mau libur. Wow, lalu dimanakah implementasi ayat (atau hadits sih ya), “Bertebaranlah kamu di muka bumi... dst...dst...”

Pagi ini, saat membuka outlook, membaca email dari dia, dan sedang memulai untuk reply, tiba-tiba handphone berteriak. Ku tersenyum melihat nama yang tertera di screen. Hari ini dia mengajakku untuk ketemu dengan kedua orangtuanya. Waow! rasanya demikian lancar proses dan progressku dengannya sejak smsan dan rencana untuk ketemuan, lalu ketemu, smsan lagi, ketemu lagi, kirim2an email, telepon, penyamaan frekuensi dan persepsi, resonansi ide, menyatukan langkah, dan saat ini langkah berikutnya adalah melakukan pendekatan dengan keluarga, dan ini semua harus kusyukuri. Begitu meletakkan telepon, di satu sisi aku bersyukur, alhamdulillah, sementara di sisi lain, terus terang aja, ada yang muncul dari dalam hati, entah perasaan khawatir, deg-degan, sedikit cemas, dan pastilah akan ada dua kemungkinan dalam hasil pertemuanku dengan kedua orangtuanya, happy or unhappy. Aku sadar diri, mengingat bagaimana kondisiku saat ini dan juga mengingat seperti apa statusku saat ini.

Beberapa menit kemudian aku terima email dari dia:

aniwe, deg deg an nih..
a bit scarry if things happen not as expected...
astagfirullah.. kok aku gitu yaaa... kembali pada Allah lah...
bismillah..

Wah, ternyata dia juga mengalami hal yang sama. Ku sedikit menenangkan dirinya yang sebenarnya lebih kutujukan buat diriku sendiri.

Kalo dirimu deg-degan..., sama dong sayang, aku juga nih, mungkin jauh lebih deg-degan dibanding dirimu. Wajar, mungkin tiap orang yang berada dalam momentum seperti ini akan merasa khawatir seandainya terjadi sesuatu yang diluar ekspektasi dia. Wajar, alamiah dan manusiawi.

Siang itu menjelang waktu lunch, aku meluncur dengan taxi menuju ke Condet, setelah mendapatkan petunjuk alamat rumah beliau melalui sms. Aku masih agak tegang, namun kucoba menenangkan diri dengan mengajak ngobrol pengemudi taxi, yang kebetulan usianya udah cukup tua. Kubilang padanya bahwa siang ini aku mau menghadap calon mertua untuk minta ijin dan restu agar putrinya diperkenankan kelak menjadi isteriku. “Doakan ya pak, semoga acara siang ini lancar ya”, begitu setulusnya kuharapkan doa dari pengemudi taxi itu.

... to be continued...

Senin, 02 Juni 2008

Cukuplah Allah Penolong kami...

2 Juni 2008, semalam Pak SG, lawyer, meneleponku, minta waktu untuk ketemu. Awalnya beliau yang akan ke rumah, tapi seketika jadi ingat, rumah yang mana? Meningat rumah telah kami kosongkan dan rumah kontrakanku tentu denahnya cukup sulit dicari. Akhirnya aku kesana, ditemani anakku SF.

Saat aku kesana, mungkin saat itu praktis aku udah menjalani 35 jam tidak istirahat atau tidur, setalah mengikuti I’tikaf di daerah Menteng Jakarta kemaren. Bukan waktu yang pendek untuk ukuran yang normal, yang mestinya aku harus segera istirahat. Tapi anehnya aku masih merasa fresh. Mungkin energi yang berlipat, kejernihan pikiran dan ketenteraman hati ini telah mengalahkan kekuatan fisik. Tentu saja tetap ada batasnya, dan tidak tiba-tiba saja aku ambruk ya.

Sejujurnya, materi-materi pembicaraan itu aku sangatlah tidak membuat hatiku enjoy, dan sungguh tidak kusangka akan berkembang seperti ini. Ku masih teringat, pada awalnya, beberapa hari yang lalu, Pak SG ini menghubungiku, untuk keperluan meminta advice problem loan salah seorang kliennya. Di akhir pembicaraan, hanya sesaat aku curhat dan minta pendapat tentang masalahku dengan HN yang masih ngambang, yakni soal harta gono gini. Beliau menawarkan diri untuk memediasi, mengingat beliau adalah lawyer pertama HN yang dulu dihire HN untuk proses divorce denganku. Sekedar mengingatkanku, seandainya waktu itu kita jadi divorce, tentu kejadiannya akan jauh lebih baik daripada perkembangan saat ini. Seandainya saat itu ada satu becak yang lewat atau satu buah ojek saja, tentu kita sudah divorce dengan formula yang paling fair dan paling jujur, baik itu masalah hak asuh atas anak, pembagian harta maupun kesepakatan untuk sama-sama memberikan ruang kasih sayang kepada buah hati kami. Kesepakatannya saat itu, hak asuh anak pada dia, dengan aku share biaya kesehatan dan pendidikan, saling memberikan perhatian kepada anak-anak, sedangkan pembagian harta gono-gini adalah dibagi dua setelah dikurangi outstanding hutang kita masing-masing di kantor. Sangat fair. Awalnya dia terlihat sulit untuk menerima, tapi oleh lawyernya dijelaskan mengenai aturan-aturan hukum yang berlaku. Beberapa aset yang akan dibagi adalah 3 rumah, 1 ruko, mobil, motor dan uang cash. Total aset mungkin ada sekitar Rp. 1,3 miliar. Karena gak ada kendaraan bagi dia untuk pulang, entah mendapatkan bisikan dan ide dari mana aku berbaik hati menawarkan untuk mengantarkan dia pulang, karena dia tadi berangkat naik becak dan aku naik motor. Dan dalam perjalanan pulang yang hanya makan waktu 5 menit itulah, entah siapa yang memulai pembicaraan, kita rujuk lagi. Dan dalam perkembangan berikutnya rupanya masa rujuk itu dipersiapkan dan dimanfaatkan olehnya untuk menguasai aset-aset yang ada. Dua buah rumah dia likuidasi dengan sangat cepat dan dijual murah, termasuk mobil, dan juga uang cashku hasil dari pencairan kredit di kantor yang sedianya akan kugunakan untuk membeli mobil. Dan saat dia memegang uang sejumlah besar, sekitar Rp. 500-an juta, saat dia sudah merasa pada tingkat percaya diri untuk menghadapi kemungkinan terburuk untuk divorce, diatambah perilaku dia makin menjadi, makin semaunya sendiri, sehingga akhirnya konflik demi konflik terjadi, dan saat akhirnya kita sepakat untuk divorce, diapun tersenyum penuh kemenangan karena merasa telah memegang cash yang akan dialokasikan sebagian untuk memenuhi ambisi, nafsu dan dendamnya kepadaku yang kian menggebu, waktu itu. Dia lakukan apapun, secara hukum, secara premam, bahkan secara paranormal, untuk merealisir ide-idenya. Proses panjang yang kelalui pada masa berikutnya ibarat mendaki bukit. Kedzaliman yang dia lakukan dengan melakukan berbagai skenario dan rekayasa secara hukum telah mendudukkanku pada posisi yang sulit dan tertekan, namun ternyata banyak sekali aku mendapatkan hikmah. Gaya-gaya premanisme yang dilakukannya melalui pihak ketiga, paranormal, dan lain sebagainya telah mempresentasikan separti apa dan bagaimana tingkat perasaan kebencian telah menggantikan perasaan cinta dan kasih sayang yang selama ini kita rajut dalam kebersamaan.

Hasbunallah wa ni’mal wakiil, hanya Allah jua penolong kami, seolah menjadi senjataku untuk mengcounter berbagai hal yang dilakukannya. Termasuk yang terakhir, ide dia untuk mempergunakan JM agar melakukan “sesuatu” terhadapku. Dalam hal ini aku sempat menyampaikannya ke pak SG.

“Pak, saya sungguh geregetan untuk memberikan dia pelajaran hidup yang berharga”, kata Pak SG malam ini. Menurutnya, ada beberapa hal yang akan dilakukannya apabila aku mempercayakannya menjadi lawyernya. Pertama, menggugat penjualan secara tidak sah atas mobil pada saat kita dalam proses divorce. Itu layak untuk kita gugat secara perdata!, kata Pak SG. Juga penjualan dua buah rumah dan tindakan lainnya akan diungkap. Kedua, rencana yang sempat disampaikan kepada beberapa orang untuk melakukan “sesuatu” terhadapku, lengkap dengan bukti-bukti rekaman dan saksi, menurut dia adalah senjata untuk memberikannya pelajaran. Ini kejahatan serius, lagi-lagi kata Pak SG. Ketiga, Pak SG menawarkan diri untuk melakukan gugatan secara perdata atas aset yang tersisa, dengan mempertimbangkan perbuatan-perbuatan HN yang telah menguasai harta lainnya sebelumnya. Informasi penting dari Pak SG adalah saat HN mengirimkan pesan singkat melalui SMS, “Saya sudah mendaftarkan gugatan soal aset kepada Pengadilan. Acara sidang minggu depan. Saya tidak mau bicara soal harta dengannya, karena kami cerai karena akibat harta. Seandainya bukan karena harta, mungkin kami tidak cerai”. Ohya, aku sempat berpikir, betulkan soal harta menjadi sebab perceraian kita? Mungkin saja itu yang ada dalam benaknya, saat telah melikuidasi dan menguasai aset, saat itu yang ada dalam benaknya sebagai momen pas untuk divorce. Wallahu alam.

Sungguh aku tidak ingin lagi terlibat dalam pertikaian, konflik, permusuhan dan sebangsanya, yang hanya akan menjadi faktor mudharat mengotori jiwa dan hati ini. Aku tidak mau terjebak dalam skenario lawyer, siapapun dia. Pak SG secara pribadi baik, namun tetap saja itu adalah profesinya, dan tentu saja, uang sebagai bentuk perwujudan dan penghargaan dari profesi yang dilakukannya itu, tentu saja tidak memiliki teman kan? Ideku sebenarnya sederhana saja, ingin menuntaskan urusanku dengannya, kalau bisa tanpa melalui pengadilan. Mediasi yang ditawarkan Pak SG aku harapkan tadinya bisa berujung pada keadaan dimana kita bisa duduk bersama, bisa saling menyapa lagi, bisa saling menasehati atas pelajaran dan hikmah yang telah terjadi, bisa saling support, sebagai seorang yang pernah mengalami waktu-waktu kebersamaan dalam tempo yang cukup lama dan menghasilkan buah hati dan amanah dariNYA untuk menjadikannya sebagai anak sholeh. Apa lagi? Mestinya dia yang telah memegang dan menguasai likuiditas aset bersama kita sebesar Rp. 500 juta, kuharap terbuka untuk membicarakan tentang bagaimana dengan aset yang tersisa, yakni rumah dan ruko? Apa lagikah yang dia harapkan? Bukankah aku tidak berlebihan seandainya berharap agar kita cepat selesai, tuntas tas tas, dan soal sisa aset, formula pembagiannya bisa kita bikin se simpel-simpelnya. Apa lagi? Buat apa saling gontok-gontokan di pengadilan yang tentu berbiaya tidak sedikit dan tentu hanya akan membuatmu berpikir untuk memenangkan secara total dengan melakukan apapun cara dan prosesnya. Buat apa, HN?

Jadi, menurut pak SG, saat ini HN telah mendaftarkan gugatan perdata. Menurut Pak SG, “kita harus gerak cepat pak, melakukan counter secara pidana maupun perdata”, katanya. Pidana yang akan diajukan Pak SG, katanya adalah penggelapan aset, penjualan secara tidak sah, dan percobaan melakukan tindakan kejahatan serius melalui pihak ketiga.

Duh, stop-stop dulu pak. Saya saat ini tidak dalam kapasitas untuk membiarkan ide-ide seperti itu memasuki pikiran saya. Please, aku saat ini dalam orientasi dan konsentrasi yang bukan berada disitu lagi. Kalau aku mengiyakan apa maunya lawyer, apa bedanya aku dengannya? Bukankah akhlaq yang paling baik adalah, antara lain, memaafkan orang yang telah berbuat dzalim kepada kita? Bahkan disaat dia masih ingin berbuat dzalim kepada kita? Soal HN yang udah mendaftarkan gugatan perdata yang kata pak SG telah menang satu langkah, bagiku tidak masalah. Yang penting cepat selesai. Soal bagaimana nanti hasilnya, soal kemungkinan seperti biasanya dia akan menggunakan segala daya upaya dan resources untuk melakukan apapun agar maksud dan keinginannya tercapai, hanya satu yang kuyakini, hasbunallah wa ni’mal wakiil. Peristiwa demi peristiwa saat saat dengan sumberdaya dan sumberdana dilakukannya, apapun untuk menyeretku di dalam kursi pengadilan yang penuh rekayasa, atau melalui jalur premanisme dan juga paranormal, ternyata gagal. Bahkan saat dia kehilangan Rp. 550 juta dibandingkan dengan yang dia dapatkan dari menguasai aset secara tidak fair sebesar Rp. 500 juta, bukankah sudah menjadi pelajaran berharga. Bahwa Allah itu kun fayakun. Bahwa harta sangatlah kecil dan tidak kekal dan buat apa dirinya habiskan energi untuk mengejarnya, dengan segala daya upaya tidak tidak benar? Ihklaskan dan maafkan apa yang dilakukannya. Toh, Allah tidak tidur untuk sekedar bercanda dan mengingatkan hambaNYA. Hari ini aku belum memberikan statemen apa-apa terhadap Pak SG. Dia masih mengungguku untuk acc dan memberikan kuasa hukum kepadanya, tapi dalam hatiku, keputusanku sudah jelas, no thanks, Sir…

Nikmatnya I'tikaaf

Minggu, 1 Juni 2008, Semalam aku mengikuti kegiatan I’tikaf di MASK. Tahun lalu biasanya aku mengikuti pengajian mingguan di tempat ini, bersama BY dan FB, teman satu team kuliah investment banking. Dengan mereka sampai saat ini kita masih saling kontak, dan terkadang kita sempatkan untuk bertemu. Kali ini aku sendirian mengikuti kegiatan ini, dan emang ku ingin sendirian menikmati kegiatan ini. Momentum yang kupikir sangat pas bagiku untuk beristighfar, memohon ampun atas dosa-dosa yang selama hidup kulakukan, taubatan nasuha, berdzikir, mendekat padaNYA, berdoa, melakukan orientasi, evaluasi dan refleksi hidup selama ini dan positioning untuk proyeksi hidup mendatang. Pengakuan dosa, yah pengakuan atas dosa besar yang telah kulakukan, janji untuk tidak mengulanginya lagi, juga janji untuk menggantikannya dengan amal dan ibadah yang baik, betul-betul terasa sampai lubuk hatiku terdalam saat melakukan sholat taubatan nasuha. Kebesaran Allah sangat kurasakan saat membaca dzikir asmaul husna. Subhanallah, sejujurnya aku tidak menyangka bahwa aku mendapatkan pengalaman spiritual seperti ini. Emang kurasakan adanya perbedaan suasana apabila kita berdoa di rumah dengan di masjid. Dan tentu juga berbeda, doa di masjid biasa dengan masjidil haram atau masjidinl Aqsa. Beda, mungkin banyak malaikat yang malam itu menyertai ibadah kita. Panduan doa-doa dari sang Imam yang terekspresikan, seolah mewakili suasana hati ini. Bahkan sejak awal mengikuti acara, sekitar jam 21.00, saat aku terlambat sekitar 1 jam, ternyata saat itu sedang tadarus tepat 1 halaman sebelum juzku, juz 16, tepatnya pada surat Al Kahfi. Mudah-mudahan awal yang sangat bagus. Betul-betul aku menghayati acara ini dan mudah-mudahanan bulan depan dan juga bulan-bulan selanjutnya aku tidak akan melewatkan acara ini. Aku sangat berterima kasih pada panitia, atau imam atau pengelola acara yang telah menggelar acara ini, seolah acara ini didesain secara customize sehingga setiap orang, sejauh ku memandang, dengan pakaian putih bersih, pria wanita, tua muda, kesemuanya menampilkan wajah-wajah tenang, syahdu, damai, tenteram, ikhlas, tulus dan jauh dari kekacauan-kekacauan, kegelapan-kegelapan, kekusutan dan kompleksitas pikiran ataupun penyakit2 hati lainnya. Acara dari jam 21.00 sampai dengan jam dhuha pada hari berikutnya, seolah fisik ini tidak mengalami kelelahan. Energi yang tinggi, keinginan dan kerinduan untuk selalu merasa dekat denganNYA, motivasi untuk selalu mendapatkan ridhoNYA, seolah telah mengalahkan kelelahan fisik seperti apapun.

Topik baru?

Sabtu, 31 Mei 2008… Wow, ternyata sudah sangat lama aku tidak menyambangi diaryku ini ya. Di saat sebenarnya ada perubahan warna yang mungkin bisa terekspresikan dalam perkembangan topik yang berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Mudah2an topik ini akan berlanjut dan merupakan tahapan awal dari proses yang akan aku jalani setelah aku mengalami suatu proses yang panjang dan melelahkan, terutama semenjak divorce yang tidak berlangsung smooth. Banyak hal hikmah yang aku peroleh semenjak peristiwa tersebut. Termasuk kurasakan adanya turbulensi dan volatilitas spiritualitasku mengiringi proses ujian yang aku alami, terkadang saat tertentu aku merasa betapa aku butuh dekeet sekali denganNYA, sebagai satu-satunya kepada siapa aku bisa mengadu dan curhat, di malam2 yang sepi sedangkan pada saat lainnya aku merasa terlena dengan adanya godaan-godaan berat sebagai dampak dari ujian yang aku alami tersebut. Saat ini, detik ini aku telah bertekad untuk konsisten, komitmen, istiqomah, untuk selalu menempatkan hikmah ini dalam setiap langkah ke depan, dan membuka lembaran baru dengan warna yang mudah2an jauh lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya. Insya Allah, semoga tekad, janji dan niat ini akan aku jaga sampai saat aku tidak mampu lagi melaksanakannya. Beri kekuatan kepada hambamu yang lemah ini Ya Allah..

Ku ingin mengguratkan sedikit saja tentang topik aktual proses yang kulakukan untuk mencari jodoh pasca divorce. Terhitung semenjak aku join ke sebuah milis yang beranggotakan para pejomblo mania, muslim dan muslimah, aku langsung tersibukkan dengan berbagai kegiatan, entah itu sekadar chit-chat, sms, janjian ketemuan, ada yang minta cv, taaruf, dan lain sebagainya. Beberapa diantaranya kita sempat ketemuan sekadar ngobrol lunch atau dinner sepulang kantor.

Sampai pada akhirnya, ajaib, mudah-mudahan yang terjadi ini adalah jawaban atas doaku selama ini. Entah melalui mekanisme seperti apa dan bagaimana, tiba-tiba seorang muslimah yang awalnya melalui sebuah sms memperkenalkan, dan mengajakku untuk ketemu. “Get your mobile number from friend in milis..assalamu’alaikum .. I’m IS, would like to know you as friend first.. May I? Wassalam..”. Yang mengagetkanku adalah saat dia melalui sms mengirimkan pesan, “Aku dah baca my diary mas.. Salut ama hidup mas, feel sorry also about your life recently.. Semoga tetap sabar dan tawadhu ya”. Deggg… apaaa…, oh tidaakkk…!!!. Kaget bukan kepalang diriku. Bagaimana mungkin bisa terjadi, seingatku aku hanya memberikan dia blog multiplyku aja, dan tidak ada link ke blogger. Bagaimana bisa? Ku hampir tak percaya ada seseorang yang bisa membuka diaryku yang tersimpan rapi di dunia maia, kecuali apabila seseorang emang aku berikan alamat blognya. Sungguh malu karena catatan pribadinya diketahuinya, dan dengan penasaran akupun tanya darimana dirinya tahu alamat blog diaryku. Dia bilang, “Kemarin mas ngasih multiply, nggak apa2 mas, tidak ada yang kebetulan lah, Allah semua yang berkehendak bukan? Termasuk tentang diary itu.. Ketemuan yuk.. Di starbuck buncit aja, mau? Bisa? Just want to know you better..”. Begitulah awalnya, hari itu juga kita langsung janjian untuk ketemuan di sebuah kafe steak di bilangan Buncit, dan proses perkenalan saat itu dan selanjutnya sampai saat ini masih sangat terpatri dengan pada benakku. Jujur, aku sangat terkesan dengan dirinya, dan aku sangat berharap bahwa dia --atau setidaknya orang seperti dia--, akan menjadi ibu dari anak-anakku kelak. Seorang wanita muslimah yang Insya Allah memenuhi kriteria yang aku harapkan (dan bagaimana denganku, apakah aku juga memenuhi kriteria yang diharapkannya? Aku tidak tahu, semoga). Yang jelas, pertemuan pertama dengannya adalah tanggal 16 Mei 2008, berarti sampai saat ini baru setengah bulan kita kenalan bukan? Sungguh rentang waktu yang sangat-sangat pendek untuk memutuskan baik pada diriku maupun pada dirinya, apakah sosok yang baru kita kenal ini adalah sosok yang telah kita telah haqqul yakin untuk menjadikannya sebagai pasangan hidup kita kelak. Setuju? Sebentar, menurutku waktu memang bukan segalanya untuk sebuah parameter yang menentukan apakah kita sudah saling mengenal atau belum. Ada pasangan yang kenal sesaat, dan memutuskan langsung menikah ternyata dalam kenyataannya mereka oke dan happy saja dalam menjalaninya. Sebaliknya ada yang melalui proses taaruf (bahkan pacaran) dalam waktu lama, ternyata energinya akhirnya habis dicurahkan saat pacaran, dan setelah married mereka kehabisan energi untuk saling menjaga, melindungi, menghormati, menyayangi, sehingga akhirnya kapalnya karam di tengah jalan. Ini emang debatable, mungkin tergantung dan lebih tepat untuk dikembalikan ke masing-masing pribadi yang menjalaninya. Yang jelas, dalam usia saat ini, aku 37 dan dia 34, kupikir emang bukan masanya lagi bagi kita untuk berpacaran, saling menemukan frekuensi yang cocok, ketemuan tiap hari, ngobrol mencari topik yang membuat kita makin menyatu, dan lain sebagainya. Mungkin dalam hal ini kita emang sudah sedemikian sepakat, --istilah yang ingin kupake sebenarnya sedemikian berjodoh, hiks-- dan oleh karenanya dengan cepat topik pembicaraan kita langsung nyambung. Jujur, saat pertama aku ketemu fisik, melihat senyum manis dan kehangatannya untuk masuk ke kafe dan memperkenalkannya dengan saudara dan ponakannya, hatiku seketika berdesir dan feelingku berkata seolah dia telah lama kukenal. YA Allah, mungkinkah emang dia pernah kukenal saat kita telah sama-sama tertulis di lauh mahfudz ya. Pertemuan pertama sangatlah akrab dan hangat. Dia sangat humoris, pintar, religius dan… tentu cantik. Dia bekerja di sebuah perusahaan mining coal yang berkantor pusat di satu deret dengan kantorku. Aku sedikit heran kok ada ya, seorang wanita yang cantik, pinter, mapan, dan humoris seperti dia yang dalam tingkat usia seperti itu masih sendirian. Dalam bayanganku, mestinya dia atau orang-orang sepertinya, tentu sudah punya beberapa anak, sudah married atau minimal sudah punya tunangan untuk menikah. Duh, capek deh, mikirin hal-hal kemungkinan itu, sudahlah, aku tidak perlu berpikir soal itu, mungkin saja dia selama ini terlalu lama bersibuk ria bekerja di lokasi tambang sehingga lupa memikirkan kepentingan diri dan masa depan. Yang penting, saat ini dia masih sendiri dan ternyata dirinya juga membuka peluang dan jalan bagiku untuk membicarakan kemungkinan kita untuk melangkah ke tahapan selanjutnya yakni married. Lalu bagaimanakah proses selanjutnya? Sampai disini aku stop dulu, mungkin perlu bab tersendiri untuk membahasnya.