Senin, 02 Juni 2008

Cukuplah Allah Penolong kami...

2 Juni 2008, semalam Pak SG, lawyer, meneleponku, minta waktu untuk ketemu. Awalnya beliau yang akan ke rumah, tapi seketika jadi ingat, rumah yang mana? Meningat rumah telah kami kosongkan dan rumah kontrakanku tentu denahnya cukup sulit dicari. Akhirnya aku kesana, ditemani anakku SF.

Saat aku kesana, mungkin saat itu praktis aku udah menjalani 35 jam tidak istirahat atau tidur, setalah mengikuti I’tikaf di daerah Menteng Jakarta kemaren. Bukan waktu yang pendek untuk ukuran yang normal, yang mestinya aku harus segera istirahat. Tapi anehnya aku masih merasa fresh. Mungkin energi yang berlipat, kejernihan pikiran dan ketenteraman hati ini telah mengalahkan kekuatan fisik. Tentu saja tetap ada batasnya, dan tidak tiba-tiba saja aku ambruk ya.

Sejujurnya, materi-materi pembicaraan itu aku sangatlah tidak membuat hatiku enjoy, dan sungguh tidak kusangka akan berkembang seperti ini. Ku masih teringat, pada awalnya, beberapa hari yang lalu, Pak SG ini menghubungiku, untuk keperluan meminta advice problem loan salah seorang kliennya. Di akhir pembicaraan, hanya sesaat aku curhat dan minta pendapat tentang masalahku dengan HN yang masih ngambang, yakni soal harta gono gini. Beliau menawarkan diri untuk memediasi, mengingat beliau adalah lawyer pertama HN yang dulu dihire HN untuk proses divorce denganku. Sekedar mengingatkanku, seandainya waktu itu kita jadi divorce, tentu kejadiannya akan jauh lebih baik daripada perkembangan saat ini. Seandainya saat itu ada satu becak yang lewat atau satu buah ojek saja, tentu kita sudah divorce dengan formula yang paling fair dan paling jujur, baik itu masalah hak asuh atas anak, pembagian harta maupun kesepakatan untuk sama-sama memberikan ruang kasih sayang kepada buah hati kami. Kesepakatannya saat itu, hak asuh anak pada dia, dengan aku share biaya kesehatan dan pendidikan, saling memberikan perhatian kepada anak-anak, sedangkan pembagian harta gono-gini adalah dibagi dua setelah dikurangi outstanding hutang kita masing-masing di kantor. Sangat fair. Awalnya dia terlihat sulit untuk menerima, tapi oleh lawyernya dijelaskan mengenai aturan-aturan hukum yang berlaku. Beberapa aset yang akan dibagi adalah 3 rumah, 1 ruko, mobil, motor dan uang cash. Total aset mungkin ada sekitar Rp. 1,3 miliar. Karena gak ada kendaraan bagi dia untuk pulang, entah mendapatkan bisikan dan ide dari mana aku berbaik hati menawarkan untuk mengantarkan dia pulang, karena dia tadi berangkat naik becak dan aku naik motor. Dan dalam perjalanan pulang yang hanya makan waktu 5 menit itulah, entah siapa yang memulai pembicaraan, kita rujuk lagi. Dan dalam perkembangan berikutnya rupanya masa rujuk itu dipersiapkan dan dimanfaatkan olehnya untuk menguasai aset-aset yang ada. Dua buah rumah dia likuidasi dengan sangat cepat dan dijual murah, termasuk mobil, dan juga uang cashku hasil dari pencairan kredit di kantor yang sedianya akan kugunakan untuk membeli mobil. Dan saat dia memegang uang sejumlah besar, sekitar Rp. 500-an juta, saat dia sudah merasa pada tingkat percaya diri untuk menghadapi kemungkinan terburuk untuk divorce, diatambah perilaku dia makin menjadi, makin semaunya sendiri, sehingga akhirnya konflik demi konflik terjadi, dan saat akhirnya kita sepakat untuk divorce, diapun tersenyum penuh kemenangan karena merasa telah memegang cash yang akan dialokasikan sebagian untuk memenuhi ambisi, nafsu dan dendamnya kepadaku yang kian menggebu, waktu itu. Dia lakukan apapun, secara hukum, secara premam, bahkan secara paranormal, untuk merealisir ide-idenya. Proses panjang yang kelalui pada masa berikutnya ibarat mendaki bukit. Kedzaliman yang dia lakukan dengan melakukan berbagai skenario dan rekayasa secara hukum telah mendudukkanku pada posisi yang sulit dan tertekan, namun ternyata banyak sekali aku mendapatkan hikmah. Gaya-gaya premanisme yang dilakukannya melalui pihak ketiga, paranormal, dan lain sebagainya telah mempresentasikan separti apa dan bagaimana tingkat perasaan kebencian telah menggantikan perasaan cinta dan kasih sayang yang selama ini kita rajut dalam kebersamaan.

Hasbunallah wa ni’mal wakiil, hanya Allah jua penolong kami, seolah menjadi senjataku untuk mengcounter berbagai hal yang dilakukannya. Termasuk yang terakhir, ide dia untuk mempergunakan JM agar melakukan “sesuatu” terhadapku. Dalam hal ini aku sempat menyampaikannya ke pak SG.

“Pak, saya sungguh geregetan untuk memberikan dia pelajaran hidup yang berharga”, kata Pak SG malam ini. Menurutnya, ada beberapa hal yang akan dilakukannya apabila aku mempercayakannya menjadi lawyernya. Pertama, menggugat penjualan secara tidak sah atas mobil pada saat kita dalam proses divorce. Itu layak untuk kita gugat secara perdata!, kata Pak SG. Juga penjualan dua buah rumah dan tindakan lainnya akan diungkap. Kedua, rencana yang sempat disampaikan kepada beberapa orang untuk melakukan “sesuatu” terhadapku, lengkap dengan bukti-bukti rekaman dan saksi, menurut dia adalah senjata untuk memberikannya pelajaran. Ini kejahatan serius, lagi-lagi kata Pak SG. Ketiga, Pak SG menawarkan diri untuk melakukan gugatan secara perdata atas aset yang tersisa, dengan mempertimbangkan perbuatan-perbuatan HN yang telah menguasai harta lainnya sebelumnya. Informasi penting dari Pak SG adalah saat HN mengirimkan pesan singkat melalui SMS, “Saya sudah mendaftarkan gugatan soal aset kepada Pengadilan. Acara sidang minggu depan. Saya tidak mau bicara soal harta dengannya, karena kami cerai karena akibat harta. Seandainya bukan karena harta, mungkin kami tidak cerai”. Ohya, aku sempat berpikir, betulkan soal harta menjadi sebab perceraian kita? Mungkin saja itu yang ada dalam benaknya, saat telah melikuidasi dan menguasai aset, saat itu yang ada dalam benaknya sebagai momen pas untuk divorce. Wallahu alam.

Sungguh aku tidak ingin lagi terlibat dalam pertikaian, konflik, permusuhan dan sebangsanya, yang hanya akan menjadi faktor mudharat mengotori jiwa dan hati ini. Aku tidak mau terjebak dalam skenario lawyer, siapapun dia. Pak SG secara pribadi baik, namun tetap saja itu adalah profesinya, dan tentu saja, uang sebagai bentuk perwujudan dan penghargaan dari profesi yang dilakukannya itu, tentu saja tidak memiliki teman kan? Ideku sebenarnya sederhana saja, ingin menuntaskan urusanku dengannya, kalau bisa tanpa melalui pengadilan. Mediasi yang ditawarkan Pak SG aku harapkan tadinya bisa berujung pada keadaan dimana kita bisa duduk bersama, bisa saling menyapa lagi, bisa saling menasehati atas pelajaran dan hikmah yang telah terjadi, bisa saling support, sebagai seorang yang pernah mengalami waktu-waktu kebersamaan dalam tempo yang cukup lama dan menghasilkan buah hati dan amanah dariNYA untuk menjadikannya sebagai anak sholeh. Apa lagi? Mestinya dia yang telah memegang dan menguasai likuiditas aset bersama kita sebesar Rp. 500 juta, kuharap terbuka untuk membicarakan tentang bagaimana dengan aset yang tersisa, yakni rumah dan ruko? Apa lagikah yang dia harapkan? Bukankah aku tidak berlebihan seandainya berharap agar kita cepat selesai, tuntas tas tas, dan soal sisa aset, formula pembagiannya bisa kita bikin se simpel-simpelnya. Apa lagi? Buat apa saling gontok-gontokan di pengadilan yang tentu berbiaya tidak sedikit dan tentu hanya akan membuatmu berpikir untuk memenangkan secara total dengan melakukan apapun cara dan prosesnya. Buat apa, HN?

Jadi, menurut pak SG, saat ini HN telah mendaftarkan gugatan perdata. Menurut Pak SG, “kita harus gerak cepat pak, melakukan counter secara pidana maupun perdata”, katanya. Pidana yang akan diajukan Pak SG, katanya adalah penggelapan aset, penjualan secara tidak sah, dan percobaan melakukan tindakan kejahatan serius melalui pihak ketiga.

Duh, stop-stop dulu pak. Saya saat ini tidak dalam kapasitas untuk membiarkan ide-ide seperti itu memasuki pikiran saya. Please, aku saat ini dalam orientasi dan konsentrasi yang bukan berada disitu lagi. Kalau aku mengiyakan apa maunya lawyer, apa bedanya aku dengannya? Bukankah akhlaq yang paling baik adalah, antara lain, memaafkan orang yang telah berbuat dzalim kepada kita? Bahkan disaat dia masih ingin berbuat dzalim kepada kita? Soal HN yang udah mendaftarkan gugatan perdata yang kata pak SG telah menang satu langkah, bagiku tidak masalah. Yang penting cepat selesai. Soal bagaimana nanti hasilnya, soal kemungkinan seperti biasanya dia akan menggunakan segala daya upaya dan resources untuk melakukan apapun agar maksud dan keinginannya tercapai, hanya satu yang kuyakini, hasbunallah wa ni’mal wakiil. Peristiwa demi peristiwa saat saat dengan sumberdaya dan sumberdana dilakukannya, apapun untuk menyeretku di dalam kursi pengadilan yang penuh rekayasa, atau melalui jalur premanisme dan juga paranormal, ternyata gagal. Bahkan saat dia kehilangan Rp. 550 juta dibandingkan dengan yang dia dapatkan dari menguasai aset secara tidak fair sebesar Rp. 500 juta, bukankah sudah menjadi pelajaran berharga. Bahwa Allah itu kun fayakun. Bahwa harta sangatlah kecil dan tidak kekal dan buat apa dirinya habiskan energi untuk mengejarnya, dengan segala daya upaya tidak tidak benar? Ihklaskan dan maafkan apa yang dilakukannya. Toh, Allah tidak tidur untuk sekedar bercanda dan mengingatkan hambaNYA. Hari ini aku belum memberikan statemen apa-apa terhadap Pak SG. Dia masih mengungguku untuk acc dan memberikan kuasa hukum kepadanya, tapi dalam hatiku, keputusanku sudah jelas, no thanks, Sir…

Tidak ada komentar: