Minggu, 16 Maret 2008

Ketemu dengan Dia Yang Paling Dicari


Hari ini, Jum'at 14 Maret 2008, aku sengaja untuk tidak masuk kantor, sesuai dengan rencana. Pagi, jam 08.00 BBWI, aku telpon atasan di kantor, cuman ngasih tahu kalo aku ada urusan pribadi yang harus aku selesaikan. Atasan dan juga teman-teman kantor, selalu bisa memahami bahwa persoalan pribadiku emang cukup berat sehingga selalu memberikan toleransi. Hal yang membuatku merasa mendapatkan support karena adanya emphaty, simpati dan dukungan moral.

Pagi ini, rencananya aku dan TN akan mendatangi pihak yang sangat terkait dengan rencana jahat HN, yakni JM. Karena orang inilah yang telah diberikan instruksi dan tugas dari HN untuk melenyapkanku, dengan imbalan sejumlah uang, yang tentunya (setahuku) untuk ukuran dia dan keluarganya, bukan jumlah yang sedikit kalau saja tidak dikaitkan dengan beratnya tugas itu. Tapi tentu saja berat tidaknya tugas itu tergantung dari preferensi pribadi. Dan karena aku belum mengenal secara pribadi orangnya maka aku sungguh tidak tahu apakah itu tugas yang berat ataukah tidak bagi dia.

Pagi-pagi sekitar jam 08.30 BBWI, aku, TN dan Fendy sudah di rumah untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk agenda hari ini. Fendy di rumah, karena kami meminjam motornya. Aku jadi teringat betapa motor saat ini menjadi aset yang cukup berharga untuk menemaniku. Yah, motor yang tidak ada surat-suratnya, karena BPKB dan STNKnya dibakar oleh HN dalam suatu peristiwa yang emosinya tidak bisa terbendung. Hal yang biasa terjadi.

Saat kita mau berangkat, pembantu bilang,”Pak, tolong bapak hati-hati mulai dari sekarang, baik itu di jalan, di kantor maupun di kendaraan umum, atau dimana saja”. Aku heran dan sedikit kaget dengan pesan pembantu tersebut. Lebih tepat, sebenarnya dia tidaklah aku anggap sebagai pembantu. Karena faktanya aku lebih membutuhkan dia untuk merawat, menunggui dan menemani di kecil HD dan SF. “Emangnya kenapa, Ci”, kataku. “Begini pak, dua hari yang lalu, HN bersama lakinya, dan seorang laki-laki lainnya lagi, kemaren membahas serius tentang bapak di sini. Mereka kayaknya merencanakan sesuatu terhadap bapak, entah untuk mencelakakan bapak, entah yang lain. Saya tidak tahu pastinya, karena setiap kali saya lewat di ruang tengah, mereka langsung terdiam. Bu HN juga menyuruh saya dan anak-anak diam di kamar, dan tidak usah keluar ruang tengah. Tapi sempat saya menangkap pembicaraan di sekitar itu pak. Jadi pesan saya, bapak harus hati-hati dan waspada terhadap keselamatan bapak, entah di jalan, di kantor atau di kendaraan umum. Dia juga sempat mengatakan kepada saya, lihat saja apa yang akan terjadi pada TF, biar tahu rasa dia…”, katanya lebih jelas. “Ok cik, terima kasih untuk peringatannya”, kataku. Aku seolah mendapatkan banyak informasi yang semakin jelas tentang rencana-rencana jahat apa yang akan dilakukan oleh HN.

Sebelum berangkat, aku menyempatkan diri untuk menelepon BY, teman dan sahabatku waktu ambil program S2 Investment Banking. Temanku ini berlatar belakang unik. Sekolah di SMA di Taruna Nusantara, dan melanjutkan ke Akmil Magelang. Menjelang lulus, disersi karena ibunya tidak suka dia menjadi Polisi/Tentara. Sempat mendekam beberapa hari, lalu mendaftarkan UMPTN di ITB, dan diterima di Fakultas Teknik Industri. Kerja sebentar di Astra, lalu keluar untuk kuliah S2. Sekarang kerja di Medco Energy. Dengan latar belakang kemiliteran dia, dimana sampai sekarang banyak teman-teman dan keluarganya di TNI/Polri, aku berharap dia bisa memberikanku advis.

“Wah, tadi malam saya mimpi sedang dikejar-kejar pembunuh bayaran pak. Tapi saya akhirnya selamat, dibantu oleh seorang, entah siapa, yang jelas seorang ahli hukum. Baru saya tahu bahwa dalam mimpi itu rupanya saya memerankan diri pak TF”, katanya. Dia menyarankan agar saya menemui JM, dan bicara baik-baik. “Pancing dia untuk mengakui bahwa memang ada perintah untuk membunuh bapak dari HN. Kalau keluar pengakuan itu, nanti rekamannya akan saya bawa ke POM, untuk menekan dia agar mau menunjukkan itikad baik kepada bapak”, katanya. “Bapak jangan sungkan-sungkan, sampaikan apa yang bapak dapatkan, nanti saya akan bantĂș”, lanjutnya.

Perjalanan naik motor dari Bekasi ke Mabes TNI Cilangkap ternyata sebuah perjalanan yang panjang. Mungkin ini termasuk perjalanan naik motor terjauh saya, karena selama ini saya HNa naik motor dari rumah ke stasiun, dan sekitarnya saja. Setelah cukup lama kami menempuh perjalanan, dan ada sedikit kekhawatiran bahwa rang yang kami cari tidak ada karena sekarang hari pendek, Jumat, akhirnya kami memasuki area Mabes, dari pintu belakang. “Inilah Pentagonnya Indonesia, Ton. Jadi jangan coba-coba untuk berbuat sesuatu disini”, Kataku.

Di area yang sangat luas itu, entah kenapa, seolah ada kemudahan untuk mencari orang yang aku tuju. Pada awalnya aku hanya tahu kalau orang yang aku cari bekerja di Provoost, di gedung Pimpinan, dimana banyak Jenderal disitu. Tapi aku teringat kata isterinya kemaren bahwa JM mutasi ke bagian Walmor, Pengawalan Motor. Di gedung Provoost, TN sempat tidak boleh masuk ke gedung Pimpinan karena pake jins dan ada banyak Jenderal disana. Aku sempat bilang ke Toni, mau Jenderal, mau Jenderal Besar, Jenderal Kecil, emangnya kenapa, toh bukan atasan kita. Operator sempat konfirmasi, yang ternyata sesuai informasi yang kuperoleh dari isterinya, JM mutasi ke Walmor.

Setelah melanjutkan perjalanan ke Walmor, tiba di sebuah area, entah itu Walmor atau bukan, saya tanya ke seseorang di parkiran, dengan kondisiku masih di atas motor dan masih menggunakan helm. “Permisi pak, mau tanya dimana Walmor ya?”, tanya saya. “Ini Walmor, mau ketemu siapa pak”, katanya. “Saya mau ketemu pak JM Kaligis”, lanjutku.

Ternyata orang yang kutanya itulah orang yang kucari. Tidak kusangka, ternyata orangnya sangat terbuka dan menyenangkan. Lebih menyenangkan lagi, ternyata sikapnya saat ini lebih simpati dan empati terhadapku. “Terus terang saja saya hari-hari ini ingin ketemu dengan pak TF. Justru kebetulan pak TF yang kesini. Ada sesuatu hal penting yang ingin saya sampaikan ke bapak”, katanya. Dengan mobilnya, dia mengajak saya dan TN untuk mencari tempat ngobrol di kafetaria, dimana disana ada sahabatnya Agung, orang Bali dan Khairuddin. “Mereka adalah sahabat-sahabat dekat saya, yang sempat saya ajak ke rumah bapak waktu itu”, katanya mengingatkanku pada peristiwa itu, saat sekitar lima orang TNI berpakaian preman datang di rumah, katanya mencari saya, karena diprovokasi oleh HN. “Untung waktu itu bapak tidak terpancing oleh kami, karena memang skenario HN saat itu ingin memanfaatkan kami untuk mencelakai bapak”, kata JM.

Di awal pembicaraan, JM memulai dengan statemen,”Pak, saya mohon kita saling percaya, dan tolong agar tidak ada benda apapun yang ada dalam badan kita, tolong disterilisasi”, katanya. Pada awalnya saya tidak paham dengan maksudnya. Tapi segera saya teringat bahwa saya bawa alat perekam yang sudah dalam kondisi on dalam kantong celana saya. HNa saja belakangan saya dikecewakan alat ini karena ternyata pembicaraan tidak terekam karena free space-nya kecil sekali, sementara kita ngobrol disitu lebih dari 2 jam. Banyak sekali hal yang terinformasi dari JM. Aku merasa bahwa ternyata banyak hal yang selama ini tidak kuketahui, tentang perjalanan napak tilas HN setelah divorce denganku, dan berbagai aktivitasnya, diceritakan semuanya kepadaku. “Sudah benar-benar putus dengan HN?”, tanyaku memancing. “Saya tidak ada apa-apa dengannya pak. Saya memang sempat berbuat salah sebagai seorang suami, karena terlalu dekat dengannya. Tapi tidak benar saya pernah menjadi suaminya”, katanya menjelaskan.

Sedikit saja saya mengurai cerita tentang HN pasca-divorce denganku, karena rupanya cerita ini erat kaitannya dengan saya. “Hidupnya dipenuhi dengan dendam terhadap bapak. Bahasanya sangat mengerikan. Saya yang seorang militer saja rasanya masih memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Saat menyuruh saya untuk membunuh bapak, kata-kata yang keluar dari mulutnya, wih, sadis benar. Benar-benar gila. Saya saja masih berpikir ulang untuk memutuskan soal-soal pembunuhan seperti ini. Jangankan terhadap manusia, terhadap hewan saja, tetaplah itu makhluk yang memiliki nyawa”, katanya.

Ceritanya, seusai divorce denganku, HN berkenalan dengan seorang dukun yang bernama BU. Orang ini kemudian kawin siri dengan HN. “Dia memanfaatkan keahlian BU dalam soal santet-menyantet untuk mencelakai bapak. Tapi BU ini bukan orang bodoh. Karena justru dia yang kemudian memanfaatkan HN untuk mendapatkan uang. Tempat praktiknya dibiayai oleh HN, dan dia disupport uang diatas Rp. 100 juta oleh HN”, katanya menjelaskan. Katanya, beberapa kali BU mencoba menyantet saya, tetapi selalu gagal, entah kenapa. “HN dan BU menyantet bapak sekaligus menjadikan bapak sebagai tumbal untuk mendapatkan uang”, tambahnya. Aku tidak mengerti maksudnya. Tapi kalo emang ada prosedur seperti itu, wah, enak sekali dong dia ya, dengan sekali action, dua tujuan akan tercapai, pikirku.

“Suatu saat, karena beberapa kali gagal menyantet Bapak dari jarak jauh maka kemudian BU menyantet bapak, saat bapak di kamar tidur, bapak dikerjain BU dari lantai atas rumah bapak sendiri”, katanya. Aku kaget. “Tapi itupun gagal, karena, kata BU, kedekatan bapak dengan anak terkecil bapaklah kuncinya yang menyelamatkan bapak”, tambahnya. Aku semakin tidak mengerti. Bahkan perasaan disantet pun aku tidak merasakan apa-apa. “Jangan-jangan dia bukan orang yang ahli benar soal santet-menyantet sehingga gagal melulu”, kataku menanggapi. “Jangankan kepada orang biasa pak. Ki BW yang dukun senior saja muntah darah karena disantet BU. Saya saksikan itu dengan mata kepala sendiri pak”.

Dalam suatu cerita yang aku tidak sepenuhnya memahami, --apalagi karena rekamanku gagal—kata JM, rupanya dalam suatu perjalanan selanjutnya BU ada konflik dengan seorang paranormal senior Ki BW. Saat BU dan HN menyantet Ki BW sampai muntah darah ini, kemudian Ki BW marah dan menyuruh JM untuk membunuh HN dan BU. Sampai disini aku agak bergidik dan sedemikian sulit untuk memahami bagaimana soal santet menyantet dan bunuh membunuh bisa dilakukan, diputuskan dan diinstruksikan demikian mudahnya.” Ruang praktek BU yang dibiayai oleh HN saya obrak-abrik. Saya bilang tidak takut dengan segala paranormal. Keris-kerisnya yang katanya sakti mandraguna saya tendah sampai jauh”, kata JM. “Saat itu saya yang diinstruksikan untuk membunuh BU dan HN oleh Ki BW, melihat HN yang sedang menangis. Rupanya dia sedang berduka karena BU kawin lagi dengan isteri baru dan mengkhianati cinta HN.Dari situlah saya bisa dekat dengan HN”, katanya. “Coba pak, siapa sih laki-laki yang tidak tergoda kalau seorang seperti HN yang orang Bank, terlihat kaya, cantik dan pandai merayu dan mengambil hati laki-laki”, katanya. “Dari situ saya mendapatkan banyak cerita HN tentang bapak dan hal lainnya. Beberapa kali saya diprovokasi HN untuk melakukan sesuatu kepada bapak”, lanjutnya.

Dalam aktivitas berikutnya, katanya, kedekatan HN dengan JM semakin jauh. “Kami sama-sama terlibat menyerahkan sejumlah uang kepada seorang paranormal di Bogor yakni Ki GB. HN memberikan uang sekitar Rp. 120 juta. JM sekitar Rp. 30 juta. Dan belakangan saya baru tahu bahwa seorang-laki-laki, pegawai Bank Mandiri Kota bernama YS, juga menyerahkan uang sekitar Rp. 125 juta untuk Ki GB. Semua itu akan dijadikan mejadi Rp. 5 Milyar dalam suatu ritual tertentu”, katanya.

“Bagaimana kelanjutan uangnya Bang” tanyaku. Rupanya, keasyikan kami bercerita sudah sedemikian mengakrabkan kami sehingga aku memanggil dia dengan sebutan Bang, panggilan Batak. “Saya sebenarnya orang Timor Leste. Ibu saya masih di sana pak. Kalau nama saya Kaligis, emang O.C Kaligis itu om saya”, katanya. Uang modal kepada Ki GB sampai saat ini katanya masih dalam proses ritual. “Ki GB sebenarnya mau mengembalikan uang HN secara utuh, tapi HNnya yang gak mau, dan ingin dilanjutkan ritualnya agar bisa menjadi Rp. 5 Milyar”. Entah bagaimana pola pikir yang ada dalam benak orang seperti HN, aku benar-benar tidak bisa memahaminya dan emang dunia kita sudah demikian jauhnya. Kalau saja aku jadi dia, saat divorce kemaren udah final, saat sudah memegang uang besar hasil penjualan 2 buah rumah, mobil baleno dan uang pinjamanku, maka uang itu akan aku putar dan diinvestasikan pada hal-hal yang produktif. Untuk membangun portfolio yang produktif, untuk ketenangan masa depan, untuk hAJ, untuk beribadah, untuk masa depan anak, untuk mencari ketenangan, dan bukan justru mencari konflik. Tapi rupanya uang yang dipegangnya justru digunakan untuk menghancurkanku, seperti yang berulang kali dikatakannya. “Aku sekarang punya uang banyak, aku bisa lakukan apapun untuk menghancurkan dan mencelakaimu. Aku bisa bayar preman untuk membunuhmu, aku bisa bayar paranormal untuk menyantetmu, dan aku bisa bayar aparat hukum, jaksa untuk menghabisimu agar kamu membusuk di penjara. Kamu dipecat. Kami jadi kere, dan tidak punya apa-apa. Itu akan terjadi padamu. Lihat saja nanti!”, aku masih terngiang-ngiang ancamannya di depan anak-anak dan beberapa tetangga, saat dia emosi besar gara-gara mobil balenonya menyerempet pintu pagar depan rumah.

“Minggu-minggu ini katanya Ki GB akan mentransfer Rp. 25 juta kepada HN”, katanya. “Saya rasa uang itulah yang dijanjikan HN, yang akan digunakan untuk biaya melenyapkan bapak”, imbuhnya.

“Bagaimana keterlibatan teman lelakinya, YS dalam rencana pembunuhan terhadap saya Bang”, tanyaku. Katanya, YS ini adalah pegawai Bank Mandiri. “Pasti dia akan menjadi korban HN selanjutnya”, kata JM seperti meramal. Bisa dipahami. YS adalah pegawai Bank Mandiri, yang sudah punya isteri dan anak. Dan sekarang berbuat skandal dengan HN. Skandal moral, yang sebenarnya aku tidak mau ambil pusing karena itu adalah urusan dia dan HN dengan perusahaannya dan aku tidak peduli itu. Yang menjadi concernku adalah bagaimana peran dia dalam rencana jahat ini. “Dia ikut berperan. Saya rasa dia adalah penyandang dananya untuk menghabisi bapak”, katanya. “Dia berkepentingan untuk melenyapkan bapak”, tambahnya.

Aku jadi ingat. YS ini, laki-laki ini, yang aku belum memastikan 100% apakah ini YS yang orang di Bank Mandiri, pernah membawa paranormal yang menyebarkan benda-benda, kembang, dan lainnya di sekeling kamarku. Ini adalah informasi dari pembantu dan tetangga.

Untuk meyakinkan cerita ini, JM mencoba untuk menelepon HN. “Bapak boleh merekam pembicaraan saya dengan HN. Akan saya pancing untuk membahas soal rencana membunuh bapak”, katanya.

Kemudian JM menelepon HN dengan menggunakan telepon kafetaria. Sayangnya tidak ada speaker. Lalu HN menelepon balik ke HP Esia JM. Sayangnya juga tidak ada speaker. Itupun waktu mau saya rekam, sekali lagi, free space-nya, dan baterenya drop. Dalam pembicaraan, JM tanya, bagaimana dengan rencana untuk membunuh Pak TF. Kata HN, kita akan membicarakan hal ini secara langsung. “Bagaimana kalau hari ini kita ketemu di MM Mall Bekasi untuk memastikan dan mematangkan rencana”, kata HN. Akhirnya mereka menyepakati untuk ketemu di MM Mall Bekasi jam 18.00 BBWI.

Hari ini kami menghabiskan waktu untuk membahas ini sambil ditemani indomie goreng, tidak terasa waktu berjalan cepat sampai jam 14.30 BBWI. Hari ini aku tidak Jumatan. Karena juga kebetulan hujan lebat sekali disitu, dan aku tidak tahu dimana masjidnya. Dan pembicaraan ini sedemikian penting, dimana JM bukan kategori orang yang wajib jumatan tiap hari Jumat. Mudah-mudah aku diampuni dan dimaafkan karena meninggalkan kewajiban sholat Jumat.

Saat mau pulang, JM sempat memberikanku mantel khas TNI. Sebuah mantel keren, tebal dan pasti akan melindungi pengendara motor sepertiku. ”Bawa aja pak, enak dipakai kok”, katanya. Wah, orang ini benar-benar baik dan tampak merasa bersalah dengan masa lalunya, terutama terhadap saya. “Saya menyadari kesalahan saya dimasa lalu, dan ingin memperbaikinya pak”, katanya. “Saya nanti akan merekam pembicaraan dengan HN, dan akan saya serahkan kepada bapak”, katanya menjanjikan. Pada awalnya dia minta saya untuk menyediakan alat perekam. Namun akhirnya dia bilang akan menggunakan alat perekam sendiri.

Kami pamit, dan mengucapkan terima kasih atas kebaikan, informasi, serta sikap dan penerimaan yang luar biasa ini. “Yah, bapak harus hati-hati dan waspada. Karena seorang seperti HN ini pasti akan melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya. Kalaupun tidak kepada saya, dia bisa menyuruh preman untuk melaksanakan apa yang menjadi keinginan dia. Siapa tahu juga dia akan memasukkan unsur-unsur narkoba ke kamar atau motor bapak, jadi bapak harus waspada”, katanya berpesan.

Dalam perjalanan pulang, ada beberapa kali telepon. Aku tidak tahu dari mana. Lalu sebuah sms masuk. Dari DW. “Pak, apakah bapak sudah menelepon bang JM? Bagaimana pembicaraannya? Tolong balas, saya penasaran”, pesannya. Saya telepon balik. Saya sampaikan bahwa bang JM sangat open dan luar biasa sikapnya. “Dia bahkan bersedia untuk merekam pembicaraan mala mini dengan HN, untuk diserahkan kepada saya”, kataku menjelaskan.

Sampai di rumah, sekitar pukul 17.30 BBWI. Aku awalnya pesimis dengan rencana dan keseriusan HN untuk ketemu dengan JM, karena pada jam segini ada HN di rumah. Sedang mandi. Tiba-tiba hpku berbunyi. Pertama dari BY, menanyakan hasil pertemuan dengan JM dan lainnya. Kemudian HP berbunyi lagi, kali ini dari DW. “Pak, Bang JM sudah meluncur ke Bekasi. Katanya ada janji ketemu dengan HN jam 18.00 BBWI di MM Mall Bekasi. Dia sudah membawa HP saya yang bisa digunakan untuk merekam pembicaraan”, kata DW. Saya kemudian mengontak Bang JM. “Apakah saya perlu datang ke MM Mall untuk menyerahkan alat perekam kepada Bang JM”, tanyaku. “Tidak perlu pak, saya sudah bawa alatnya. Saya sudah ada di tempat”, katanya.

Sekitar pukul 20.00 BBWI Bang JM menelepon. Kebetulan saat itu ada TN dan Fendy. Pembicaraan tidak begitu jelas, --tapi sempat kami rekam-- karena dia sedang ada di mobil. Katanya YS juga datang. Jadi rasanya makin jelaslah bagaimana keterlibatan seorang YS dalam persekongkolan dan rencana jahat ini. Entah bagaimana dengan BN, teman kantornya.

Tidak ada komentar: