Jumat, 05 September 2008

Hari ke-4 Ramadhan dan Juz ke-4 Al Qur'an

Membaca beberapa bagian juz ini, sejujurnya aku merasa betapa kompleksnya masalah yang aku hadapi ke depan, dan pada malam ini aku mulai merenungkan tentang paradigma tertentu dalam bekerja, yang selama ini nyaris tak pernah aku pikirkan. Di salah satu ayat, aku lupa ayat berapa, “Janganlah kalian bermuamalah dengan cara riba dan jangan makan riba dengan berlipat ganda sebagaimana yang dilakukan pada jaman jahilyah. Takutlah akan siksa Allah karena memakan riba supaya kalian mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat”. Asbabun Nuzul ayat ini, saat itu orang melakukan praktik kredit. Jika waktu pembayaran mereka meminta tambahan bayaran sebagia kompensasi kerena mereka telah menenggang waktu pembayaran.

Aku bekerja di sebuah institusi perbankan, yang siapapun tahu, dalam sistem ekonomi global dan modern saat ini, tidak mungkin suatu perekonomian atau suatu negara bisa dilepaskan dari pentingnya peran bank, baik itu dalam kajian akademis maupun dalam implementasi bisnis. Perbankan telah menjadi bagian yang cukup sentral dalam ekonomi modern saat ini, dan tidak ada suatu negara pun yang terlepas dari peran institusi ini, karena bank adalah instrumen penting dalam implementasi kebijakan ekonomi dan moneter, dalam penciptaan uang giral, peredaran uang kartal, menjaga inflasi, mengedarkan uang, memperlancar transaksi bisnis, mendorong ekonomi, intermediary antara orang yang membutuhkan dana dengan orang yang kelebihan dana, perantara dalam transaksi bisnis internasional semisal letter of credit atau bank garansi, tempat orang menabung dan menarik dengan gampangnya melalui atm, transaksi ekrpor dan impor, swaps, futures, contract dan produk derivatif lainnya, berbagai jasa-jasa keuangan yang selalu berkembang dari waktu ke waktu, tempat orang menanamkan investasi, bahkan kalau di negara-negara yang baru, produk-produk derivatif dan hybrid pun ditelurkan oleh Bank. Perguruan tinggi yang terkemuka di dunia, seperti Harvard University, Stanford University, University of Pensylvania, Kellog School, beberapa diantaranya yang leading dan menjadi sekolah bisnis dunia karena berkembangnya teori-teori mutakhir dalam bisnis dan ekonominya. Demikian halnya universitas terkemuka di Indonesia, UI dan UGM misalnya menjadi leading antara lain berkat peran fakultas ekonomi, dimana telah banyak menyumbangkan pakar-pakar ekonominya menjadi arsitek pembangunan ekonomi di Indonesia sejak jaman dahulu, semenjak istilah Mafia Berkeley dari UI yang terdiri dari Sumitro, M. Sadli, JB. Sumarlin, Widjojo Nitisastro dan mungkin sampai dengan anak turunnya sekarang semacam Sri Mulyani, yang menjadi orang-orang penting dalam cetak biru pembangunan ekonomi Indonesia. Dari UGM pun, semenjak aku kuliah disana, dosen-dosen yang mengajar adalah para pakar yang tidak terlepas dari perannya menjadi penentu berbagai kebijakan ekonomi Indonesia dari dulu sampai sekarang. Aku ingat, malam pertemuan pertama sebagai mahasiswa baru kita diundang makan malam oleh Pak Gunawan Sumodiningrat dan Pak Boediono di rumahnya, yang saat ini juga menjadi orang penting di balik kebijakan ekonomi Indonesia. Yang lebih yunior misalnya Anggito Abimanyu, Tony Prasetiantono, Mudrajat Kuncoro dan lain sebagainya. Aku cukup akrab dengan beliau semasa di Jogjakarta. Entah karena trend bisnis, atau mencari solusi syariah sebagai counter bank konvensional, atau sekedar ikut-ikutan, atau untuk alasan yang lebih fundamental dari itu, aku ikut serta meski dengan kontribusi hanya sekadar ikut RUPS dari tahun ke tahun karena mirip reuni alumni, dimana para alumni mendirikan sebuah Bank yang dikelola dengan prinsip-prinsip Syariah, yang dikelola oleh orang-orang yang level kredibilitas di bidang bisnis, ekonomi dan syariahnya tidak diragukan lagi. Pak Karnaen Perwataatmadja yang mantan Direktur Islamic Developman Bank di Dubai, Pak Sjahril Sabirin mantan Gubernur BI, Pak Fuad Bawazier mantan Menteri Keuangan, Pak Marzuki Usman entah mantan menteri apa, Pak Djoko Santosa mantan Dirut BRI, Salahuddin Nya’ Kaoy mantan Dirut BankExim, Pak Rudjito mantan Dirut BRI, Pak Widigdo dan Pak Saifuddin Hassan yang mantan Dirut BNI, Mbak Hasanah yang di usianya yang sudah makin tua namun masih terlihat cantik, seorang yang mantan orang penting IBM, dan masih banyak lagi. Aku salah satu diantara yang cukup rajin ikut Rapat Pemegang Saham Bank BPR Syariah ini. Karena dikelola oleh orang-orang kredibel dan profesional, sempat beberapa tahun mendapat predikat terbaik untuk level BPRS dari Bank Indonesia.

Waduh, illustariku ini mungkin sudah terlalu melebar, intinya, dalam kajian secara akademis pun, tidak mungkin ada level ekonomi yang tidak ada peran Bank disitu, sebagai intermediary institution, sebagia salah satu instrumen penting dalam implementasi kebijakan moneter, yang berperan penting dalam penciptaan uang beredar, uang giral, berperan penting dalam transaksi keuangan modern dan bisnis. Salah satu peran penting Bank dalam mengembangkan ekonomi yang masih konvensional seperti di Indonesia adalah bisnis kredit. Dan inilah dunia yang nyaris aku tekuni semenjak aku masuk dan bekerja di Bank. Semenjak masuk, aku sudha dikenalkan dengan berbagai metode dan cara mengenal nasabah, memasarkan kredit, menganalisa aspek kelayakan kredit, mengelola portfolio kredit, restrukturisasi kredit, dan sebangsanya. Urusan2 kredit sejak jaman dahulu kala hingga sekarang dapat dikata hanya itu-itu saja, nyaris tanpa ada perkembangan yang berarti. Intinya, bagaimana meng-create interest income melalui berbagai peluang bisnis yang dilakukan oleh para pelaku bisnis.

Dan itulah salah satu ayat yang aku baca malam ini, telah ditegaskan dalam Al Qur'an yang semalam telah aku baca secara langsung, meski dengan tingkat dan intensitas yang tidak terlalu tinggi. Setidaknya, dalam suasana ramadhan ini, barangkali, Insya Allah, semoga, mata hatiku menjadi terbuka saat membaca firmanNya. Selama ini aku mungkin tidak sekadar berapologi ketika orang mengatakan bahka bunga bank adalah haram dan termasuk dalam kategori riba. Aku tidak sekadar berapologi karena aku berkeyakinan bahwa itu tidak benar, karena ya itu tadi, tidak ada sistem ekonomi global manapun saat ini yang lepas dari peran Bank, dan kalau saja bunga bank adalah haram, lalu sistem ekonomi juga haram, karena sedikit atau banyak adalah sama saja, lalu pelaku2 ekonomi juga haram, lalu siapaun yang berurusan dengan para pelaku ekonomi dan keluarganya, lalu relationship bisnis yang berkembang dalam segala derivasinya, waduh segalanya menjadi amat sangat rumit kalau dikatakan bahwa bunga bank adalah riba. Selama ini dengan tegas aku menolak, karena ada ayata, ‘tinggalkanlah yang ragu-ragu’. Sehingga akupun meninggalkan keraguan sedikitpun bahwa bunga bank bukanlah riba, karena Bank sangat penting dan salah satu pilar dalam membangun ekonomi suatu bangsa, yang tidak mungkin suatu negara bisa terbangun ekonominya, masyarakat dan pelaku bisnis bisa menjalankan bisnisnya dengan lancar tanpa peranserta dari lembaga/institusi Bank ini. Lalu secara kajian syariah, akupun selama ini menggunakan hujjah dan fatwa dari, misalnya Muhammadiyah yang menghalalkan bunga bank. Selama ini aku berkata, bukankah Muhammadiyah sangat banyak pakar, dari pakar agama, pakar kitab kuning klasik sampai kitab biru termutakhir, dari profesor di bidang syariah dan fiqh sampai profesor di bidang ekonomi dan bisnis. Dan bukankah ulama memiliki hak untuk mendapatkan pahala dua seandainya benar dalam fatwanya, sebaliknya mendapatkan hak pahala satu seandainya ternyata fatwanya salah, dan bukankah umat memiliki keleluasaan hak untuk mengikuti apa kata dan fatwa ulama. Dalam hal ini selama ini aku menggunakan Muhammadiyah yang menghalalkan bunga bank. Sehingga dengan penuh keyakinan diri aku berangkat ke kantor, bersemangat untuk belajar dan bersyukur saat disekolahkan untuk belajar investment banking suatu ilmu yang lebih complicated lagi dibanding bisnis bank yang konvensional, lalu pulan kantor dengan penuh keyakinan diri juga, saat menerima gaji juga penuh dengan keyakinan yang tinggi bahwa ini adalah hallalan thayyiban. Mulai malam ini terus terang saja, mulailah gejolak keraguan diri ini, terbukanya mata hati, bukan mata yang melihat, tapi mata batinku yang mulai mempertanyakan diri, benarkah sikapku selama ini bahwa aku bekerja di area putih, seandainya di dunia ini hanya ada area putih dan hitam. Mata hatiku mulai ragu, benarkah di area utih, dan bukan di grey area, kombinasi antara hitam dan putih.

Segalanya menjadi makin complicated saat aku memikirkan apa yang harus aku lakukan. Sebagai orang yang bekerja di perbankan apalagi bekerja di bagian kredit, salah satu fasilitas yang aku dapatkan selama ini adalah mendapatkan fasilitas kredit dari bank tempat aku bekerja, secara non komersial. Entah ini lebih dilakukan oleh Bank untuk memberikan fasilitas kepada pegawainya, atau justru untuk mengikatkan pegawai agar sulit keluar dari bank. Semenjak mulai bekerja sampai sekarang, aku sudah menikmati ratusan juta rupiah, dan saat ini pun future receivable cashflowku ke depan masih terikat oleh kewajiban untuk mengembalikan kredit ke Bank. Betapa menjadi complicated ketika seharusnya saat menjelang divorce kemaren antara aku dan dia membagi hak secara adil, sehingga hak dan bagian kita masing-masing bisa digunakan untuk melunasi kredit, untuk selanjutnya terserah pada kita, apakah mau keluar dari bank dan mencari pekerjaan baru atau langkah lainnya. Namun yang terjadi, saat itu mungkin aset yang kita miliki kutaksir berkisar pada angka Rp. 1 miliar, terdiri dari beberapa properti, rumah di kompleks Telkom Jatiasih, rumah di Graha Harapan Bekasi Timur, rumah di kompleks Bekasi Jaya Indah, ruko di Bekasi Plaza, dan mobil, juga uang cash, ternyata dalam waktu yang cepat, dikuasainya, dilikuidasinya, disembunyikannya dan digunakannya dalam alokasi yang tidak jelas. Dan saat ini hanya tinggal aset tersisa yakni ruko di Bekasi Plaza yang tidak produktif dan kurang punya nilai prosek bisnis, lalu rumah di Bekasi Jaya, itupun betapa sangat-sangat bernafsunya dia untuk menguasai, dengan menghalalkan segala cara. Yah, aku tidak munafik, saat ini aku juga memerlukan, dan kenapa menjadi relevan, karena seandainya saja hutangku di kantor bisa aku cover dari sisa pembagian harta bersama ini mungkin saja hal ini bisa menyelamatkan hidupku kelak, siapa tahu. Minimal aku bisa melangkah dengan lebih tenang, bekerja bukan lagi di area yang abu-abu.

Waduh, ekplorasi pada bagian ini mungkin sudah teralu melebar dan tidak sistimatis, karena ini hanya salah satu bagian yang aku baca dari juz ini. Okelah, juz 4 ini dibuka pada ayat ke-92 surat Ali Imran, dimana Allah telah menyampaikan kepada umatNya bahwa tidak akan mendapatkan kebaikan yakni surga, sampai saat kita menyedekahkan harta yang terbaik yang kita sukai. Infak yang paling baik dan paling mulia adalah dengan memberikan kepada keluarga dan kerabat. Apa yang kita sedekahkan maka Allah akan mengetahui dan membalasnya.

Selanjutnya, dalam beberapa ayat ke depan, lebih banyak memberitakan tentang sikap orang-orang Yahudi saat-saat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad muncul di dunia, dan mereka menyembunyikan diri apa-apa yang sebenarnya telah mereka ketahui dari Taurat tentang kebenaran Islam. Ada segolongan Yahudi yang mengingkari kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang sebenarnya telah diberitakan dalam kitab-kitab mereka, lalu mereka melakukan berbagai tipu muslihat dan Dia akan membalasnya yang kepada mereka sebenarnya telah diberitakan kebenaran Nabi Muhammad. Namun ada pula sebagian diantaranya mereka yang beriman, membaca ayat-ayat Al Qur'an d tengah malam dan mereka melakukan shalat. Mereka melakukan shalat karena Allah semata dan mereka jua bersujud dengan khusyu dan khidmad, mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar, dan bersegera melakukan kebajikan. Mereka itu bersama dengan orang-orang shalih, yaitu para sahabat. Kepada mereka telah disampaikan,"Benar apa yang telah difirmankan Allah dan ikutilah ajakan Nabi terakhir, Muhammad yang mana dia aalah pengikut agama Ibrahaim yang hanif, yaitu orang yang berpaling dari batil menuju kebenaran dan berpaling dari akidah syirik menuju tauhid.

To be continued..

Tidak ada komentar: