Juz ini dimulai dari surat Al An’am ayat 111.
to be continued..
Selasa, 16 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
skip to main |
skip to sidebar
Ohya, perlu juga aku gariskan bahwa tulisan berjalan ini tidak dalam kapasitas dan tidak dimaksudkan untuk mengungkap personifikasi pihak-pihak tertentu. Karena tulisan ini sifatnya sangat pribadi untuk diriku sendiri maka meski tidak dapat dihindari adanya deskripsi tentang apa yang terjadi atau apa yang aku pikirkan, namun tentunya dengan semaksimal mungkin akan kucoba meminimalisir kesan penilaian terhadap personifikasi seseorang, diantaranya kulakukan dengan menyamarkan inisial seseorang agar tidak terlalu transparan.
Jika memang tidak dapat dihindari adanya implikasi dikemudian hari bahwa tulisan ini akan membawa implikasi terhadap nama baik orang lain, maka saya sampaikan dengan ketulusan, kerendahan hati dan permohonan maaf bahwa itu bukanlah maksud dari tulisan ini. Anggaplah, ini semata hanyalah coretan atau goresan pena atas suatu peristiwa yang netral, wajar dan normal, namun dalam perspektif subjektivitasku aku merasa penting untuk mendokumentasikan hal ini.
Apa urgensinya? Dan apakah hal ini tidak justru lebih membawa aspek kemudharatan dibanding kemaslahatan? Ya, pada awalnya selama ini aku tidak ingin menuliskan pengalaman pribadi ini, yang kuanggap sebagai bagian dari proses pengalaman individual yang memang harus aku jalani. Namun demikian ternyata dalam perkembangannya, proses yang aku alami ini tidak sekadar aku jalani secara individu, melainkan juga melibatkan orang-orang terdekatku, keluarga dan beberapa handai taulan. Orang-orang yang simpati dan empati terhadap persoalan yang aku hadapi, dan memberikan support moral, menguatkan diriku untuk senantiasa tegar menghadapi drama ini. Jadi aku merasa ada hal yang penting sebagai rekam jejak dan dokumentasi, untuk menjadikan hal ini sebagai pelajaran yang berharga untuk mengarungi kehidupanku selanjutnya di masa mendatang.
Jangan biarkan sebuah peristiwa berlalu begitu saja tanpa ada upaya kita untuk bisa memetik hikmah dari peristiwa tersebut. Itu yang menjadi motivasi dan tekadku saat menuliskan coretan demi coretan dalam dokumentasi pribadiku di dunia maia ini. Kenapa? Karena aku menyadari bahwa sebagai makhluk yang diberikan berbagai fasilitas kenikmatan dan kenyamanan hidup di dunia ini, seringkali kita begitu terlena, dengan mengalokasikan sebanyak mungkin resources yang kita miliki untuk mencapai taraf kenikmatan duniawi. Itu manusiawi. Wajar bahwa seseorang memiliki target-target standar kenyamanan dan kenikmatan duniawiah pada tingkatan tertentu. Namun perlu disadari bahwa dalam turbulensi dan volatilitas kehidupan ini, ada saatnya kita harus menghadapi berbagai ujian, seberat apapun itu. Dan biasanya, manusiawi pula jika seseorang akan kembali mencari kenyamanan batin dan ruhaniahnya, mencari sandaran akan sesuatu yang bisa dijadikan sebagai penopang hidupnya, yakni tahap pencarían ketenangan diri, biasanya melalui pendekatan agama. Sehingga saat seseorang dirundung cobaan dan ujian yang cukup signifikan dalam hidupnya maka tingkat keimanannya pun mengalami uptrend. Dan saat manusia kembali kepada suasana normal maka secara manusiawi pula dia akan mengedepankan rasa kepercayaan dirinya dan menurunkan tingkat dependensinya terhadap Tuhannya, seolah dia kembali mampu untuk melakukan segala sesuatu yang dia inginkan, dan membiarkan berbagai keinginan, nafsu dan ambisi untuk menguasai pikirannya. Dan berbagai dosa demi dosa pun akan dilakukannya, dan amal-amal yang semestinya dia lakukan untuk persiapan dalam kehidupan yang lebih kekal abadi di kemudian harinya pun seolah terlupakan.Terus terang saja, itu yang terjadi pada diriku. Aku tidak ingin hal ini terjadi lagi. Dan aku tidak ingin, peristiwa demi peristiwa akan berlalu begitu saja tanpa ada proses pembelajaran.
Apa yang terjadi pada diriku dalam kaitan dengan apa yang akan kuungkapkan dalam catatan pribadiku di dunia maia ini mestinya sudah aku ungkapkan beberapa tahun yang lalu sehingga setiap saat bisa aku jadikan introspeksi dan retrospeksi. Karena dalam perspektif subjektivitasku, hal itu merupakan peristiwa besar dan signifikan dalam proses perjalananku, dengan segala duka dan suka. Tapi, tidak ada kata terlambat untuk melakukan sesuatu untuk tujuan introspeksi kan? Kalaupun dianggap terlambat, ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Bekasi awal Maret 2008
TF
Subscribe Now: Feed Icon
Waktu saat ini
Mengenai Saya
- Renungan Kalbu, Matahati dan Katahati
- Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
- Masa kecilku dilalui di sebuah kota kecil, beberapa puluh kilometer dari kota Solo. Lulus SMA pada tahun 1990-an, sempat melanjutkan studi sebentar di sebuah Universitas Negeri di Surakarta. Karena demikian berhasrat untuk mengenyam dan merasakan suasana pendidikan di kota pendidikan Jogja, maka satu tahun kemudian pindah ke sebuah Universitas terbesar di Jogjakarta. Di tengah-tengah berbagai aktivitas di luar kepentingan kuliah, akhirnya berhasil menyelesaikan studi pada tahun 1996. Setelah itu melanjutkan pengembaraan ke Ibukota Jakarta. Pada awalnya bekerja sebagai pegawai negeri sebuah instansi Pemerintah yang berlokasi di Jalan Veteran Jakarta, sekitar 10 bulan, tidak kerasan, lalu pindah ke instansi pemerintah lainnya yang berlokasi di Lapangan Banteng. Namun tetap saja merasa kurang nyaman, dan hanya tahan sekitar 6 bulan. Setelah beberapa kali mencoba pindah bekerja, pada akhirnya bekerja di sebuah Bank BUMN. Pada tahun 2004 memperoleh scholarship dari kantor untuk melanjutkan studi S2 dengan konsentrasi Magister Management Investment Banking di sebuah sekolah bisnis swasta terkemuka di Indonesia.
Arsip Blog
-
▼
2008
(50)
-
▼
September
(13)
- Hikmah Hari ke-1 Ramadhan dan Juz ke-1 Al Qur'an..
- Hari ke-2 Ramadhan
- Hari ke-3 Ramadhan dan Juz ke-2 dan ke-3
- Hari ke-4 Ramadhan dan Juz ke-4 Al Qur'an
- Hari ke entahlah, Juz ke-5 Al Qur'an
- Hari ke entahlah, Juz ke-6
- Hari ke entahlah, Juz ke-7 Al Qur'an
- Hari ke entahlah, Juz ke-8
- Agenda Rutin Ramadhan: Buka Bersama
- Right Issue BPR Syariah Cirebon
- In Memoriam Mama Annie Razak; Sebuah Testimony
- Menemukan Relevansi Lailatur Qadar..
- Materi.. oh materi...
-
▼
September
(13)
Introduksi
Ini adalah diary pribadiku di dunia maia. Apa yang aku ungkapkan disini semata untuk mendokumentasikan apa yang aku alami, apa yang terjadi dan apa yang aku pikirkan, tentu saja dalam perspektif, point of view, dari diriku dan subjektivitasku. Sebuah peristiwa yang terjadi, bisa jadi merupakan fenomena yang sangat wajar, normal, netral di mata orang lain, namun demikian bisa saja menjadi tidak wajar, tidak normal, tidak netral dalam perspektif subjektivitas seseorang. Demikian juga pada diriku. Itu manusiawi.
Ohya, perlu juga aku gariskan bahwa tulisan berjalan ini tidak dalam kapasitas dan tidak dimaksudkan untuk mengungkap personifikasi pihak-pihak tertentu. Karena tulisan ini sifatnya sangat pribadi untuk diriku sendiri maka meski tidak dapat dihindari adanya deskripsi tentang apa yang terjadi atau apa yang aku pikirkan, namun tentunya dengan semaksimal mungkin akan kucoba meminimalisir kesan penilaian terhadap personifikasi seseorang, diantaranya kulakukan dengan menyamarkan inisial seseorang agar tidak terlalu transparan.
Jika memang tidak dapat dihindari adanya implikasi dikemudian hari bahwa tulisan ini akan membawa implikasi terhadap nama baik orang lain, maka saya sampaikan dengan ketulusan, kerendahan hati dan permohonan maaf bahwa itu bukanlah maksud dari tulisan ini. Anggaplah, ini semata hanyalah coretan atau goresan pena atas suatu peristiwa yang netral, wajar dan normal, namun dalam perspektif subjektivitasku aku merasa penting untuk mendokumentasikan hal ini.
Apa urgensinya? Dan apakah hal ini tidak justru lebih membawa aspek kemudharatan dibanding kemaslahatan? Ya, pada awalnya selama ini aku tidak ingin menuliskan pengalaman pribadi ini, yang kuanggap sebagai bagian dari proses pengalaman individual yang memang harus aku jalani. Namun demikian ternyata dalam perkembangannya, proses yang aku alami ini tidak sekadar aku jalani secara individu, melainkan juga melibatkan orang-orang terdekatku, keluarga dan beberapa handai taulan. Orang-orang yang simpati dan empati terhadap persoalan yang aku hadapi, dan memberikan support moral, menguatkan diriku untuk senantiasa tegar menghadapi drama ini. Jadi aku merasa ada hal yang penting sebagai rekam jejak dan dokumentasi, untuk menjadikan hal ini sebagai pelajaran yang berharga untuk mengarungi kehidupanku selanjutnya di masa mendatang.
Jangan biarkan sebuah peristiwa berlalu begitu saja tanpa ada upaya kita untuk bisa memetik hikmah dari peristiwa tersebut. Itu yang menjadi motivasi dan tekadku saat menuliskan coretan demi coretan dalam dokumentasi pribadiku di dunia maia ini. Kenapa? Karena aku menyadari bahwa sebagai makhluk yang diberikan berbagai fasilitas kenikmatan dan kenyamanan hidup di dunia ini, seringkali kita begitu terlena, dengan mengalokasikan sebanyak mungkin resources yang kita miliki untuk mencapai taraf kenikmatan duniawi. Itu manusiawi. Wajar bahwa seseorang memiliki target-target standar kenyamanan dan kenikmatan duniawiah pada tingkatan tertentu. Namun perlu disadari bahwa dalam turbulensi dan volatilitas kehidupan ini, ada saatnya kita harus menghadapi berbagai ujian, seberat apapun itu. Dan biasanya, manusiawi pula jika seseorang akan kembali mencari kenyamanan batin dan ruhaniahnya, mencari sandaran akan sesuatu yang bisa dijadikan sebagai penopang hidupnya, yakni tahap pencarían ketenangan diri, biasanya melalui pendekatan agama. Sehingga saat seseorang dirundung cobaan dan ujian yang cukup signifikan dalam hidupnya maka tingkat keimanannya pun mengalami uptrend. Dan saat manusia kembali kepada suasana normal maka secara manusiawi pula dia akan mengedepankan rasa kepercayaan dirinya dan menurunkan tingkat dependensinya terhadap Tuhannya, seolah dia kembali mampu untuk melakukan segala sesuatu yang dia inginkan, dan membiarkan berbagai keinginan, nafsu dan ambisi untuk menguasai pikirannya. Dan berbagai dosa demi dosa pun akan dilakukannya, dan amal-amal yang semestinya dia lakukan untuk persiapan dalam kehidupan yang lebih kekal abadi di kemudian harinya pun seolah terlupakan.Terus terang saja, itu yang terjadi pada diriku. Aku tidak ingin hal ini terjadi lagi. Dan aku tidak ingin, peristiwa demi peristiwa akan berlalu begitu saja tanpa ada proses pembelajaran.
Apa yang terjadi pada diriku dalam kaitan dengan apa yang akan kuungkapkan dalam catatan pribadiku di dunia maia ini mestinya sudah aku ungkapkan beberapa tahun yang lalu sehingga setiap saat bisa aku jadikan introspeksi dan retrospeksi. Karena dalam perspektif subjektivitasku, hal itu merupakan peristiwa besar dan signifikan dalam proses perjalananku, dengan segala duka dan suka. Tapi, tidak ada kata terlambat untuk melakukan sesuatu untuk tujuan introspeksi kan? Kalaupun dianggap terlambat, ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Bekasi awal Maret 2008
TF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar